Beberapa waktu yang lalu , Allah swt betul-betul telah “menampar” saya dalam artian yang sesungguhnya. Melalui kepergian seorang
sahabat, Allah seakan ingin menunjukan bahwa hidayah dan surga bukan
milik sekelompok orang, melainkan milik setiap orang yang dengan hati
hancur datang kedepan pintu-Nya, berharap memperoleh kasih-Nya.
Betapa
adilnya Allah dan betapa beruntungnya sahabat saya, karena Allah telah
pilih dia kembali kepada-Nya dalam keadaan memperbaiki diri dirumah-Nya
dalam balutan malam yang tenang, yang hanya Allah dan malaikat-Nya yang
mengetahui bagaimana perjuangan almarhum sahabat saya meninggal dunia
dalam pertobatannya.
Ketika
pertama kali bertemu dengannya, saya memandang hanya dengan sebelah
mata, iblis telah menguasai hati saya , sehingga perasaan lebih baik
darinya yang waktu itu muncul, tapi keinginan untuk menjadi lebih baik
yang datang dari hatinya menghantarkan dia pada pintu hidayah-Nya.
Pagi
itu seperti bulan-bulan sebelumnya, saya dan beberapa teman mengadakan
program perbaikan diri dengan cara beritikaf dimasjid sekitar tempat
tinggal untuk belajar dakwah. Dan seperti biasa pula setiap pagi diadakan taklim pagi, dimana dibacakan kisah-kisah para sahabat Nabi dan perbaikan cara membaca alqur’an.
Selama
mejalani program taklim, mata saya seakan sulit diajak kompromi, begitu
berat untuk di buka, bukan karena malam sebelumnya saya banyak
melakukan sholat malam, melainkan begitu banyaknya dosa yang ada di diri
saya sehingga dalam majelis ilmu saya masih juga
mengantuk. Seperti biasa setiap taklim pagi maka di buat jaulah taklim (
berkeliling di sekitar lingkungan masjid untuk mengajak orang duduk
dalam majelis taklim ). Saya dan seorang teman mendapatkan tugas jaulah
taklim. Dan garis nasib menghantarkan saya bertemu dengan sekelompok
pemuda yang satu diantaranya menjadi sahabat saya. Beberapa orang dari
pemuda itu mencoba pergi ketika melihat saya dan teman saya mendekat ,
mungkin mereka fikir kami kelompok Islam garis keras yang mencoba
mengganggu keasikan mereka, tinggal seorang pemuda
yang tetap berada di situ. Kami mencoba memperkenalkan diri dan
menerangkan maksud tujuan kami datang menemui dirinya serta kami
mengajak beliau sama-sama ke masjid untuk duduk dalam majelis taklim
yang baru saja di mulai. Pemuda itu hanya diam, entah apa yang ada di
benaknya, apakah dia berpikir saya dan teman saya hanyalah sekelompok
orang yang mengganggu kesenangan dirinya atau entahlah mungkin hanya
dirinya dan Tuhan yang tahu.
Saya
mulai aga kesal karena dirinya seperti tiada reaksi sama sekali, dia
hanya tertunduk tanpa berani beradu pandang, beberapa saat sebelum kami
undur diri untuk kembali ke masjid, tiba-tiba pemuda tersebut akhirnya
buka suara, “ Apa boleh orang bertatto ke masjid ?“,
tanyanya waktu itu, lantas saya menjawab boleh asal dalam keadaan suci
dari najis, siapa saja asalkan dia muslim boleh ke masjid. Dia hanya
diam, saya seperti mendapatkan angin untuk terus berusaha agar dia mau
ikut ke masjid, saya mulai bercerita banyak hal tentang kisah-kisah para
sahabat nabi yang ketika masa jahiliyah begitu jahil , tapi setelah
mereka bertaubat mereka menjadi ahli-hali surga.
Akhirnya
dirinya mau ikut ke masjid bersama kami, setelah membersihkan diri dan
mengenakan pakaian yang saya pinjamkan ia duduk bersama kami
mendengarkan taklim pagi, betapa gembiranya hati saya ketika akhirnya ia
mau ikut ke masjid, tak ada kata-kata yang sebanding dengan perasaan
saya pada waktu itu, mungkin hanya orang-orang yang pernah terjun
langsung tahu bagaimana sulitnya berdakwah di tengah-tengah manusia
untuk mengajak mereka kembali kepada Allah dan ketika satu diantara
mereka mau kembali taat kepada Allah, rasanya dunia dan isinya tak
sebanding dengan perasaan senang yang ada di diri kita.
Lepas
bada zuhur, dirinya mendekati saya dan menanyakan apakah dirinya boleh
bergabung dengan kami, dan tentu saja boleh karena dakwah adalah tugas
setiap umat Islam tanpa kecuali, kalau hewan yang lebih rendah dari
manusia boleh berdakwah bahkan di abadikan dalam alqur’an ( semut,
burung hud-hud dll ) apalagi manusia yang mempunyai tugas sebagai
khalifatullah di muka bumi jelas lebih boleh lagi untuk berdakwah.
Dengan berdakwah Allah swt akan perbaiki diri kita seperti yang terjadi
pada diri para Nabi dan sahabatnya dan hal tersebut yang juga akan
terjadi pada diri setiap orang yang mengambil kerja dakwah sebagai jalan
hidupnya.
Sepanjang
hari ia hanya diam, mungkin proses hidayah sedang terjadi pada dirinya,
dan lepas tengah malam, saya menemuinya sedang menangis berurai air
mata di pojok mesjid, saya tak berani mendekat dan hanya melihat dari
kejauhan. Pemandangan yang sangat indah, dimana pada pagi hari dirinya
masih bermaksiat kepada Allah swt tapi pada malamnya ia sedang menangisi
dosa-dosanya. Saya menjadi malu terhadap diri sendiri, seakan saya
merindukan saat-saat seperti itu , dimana begitu nikmatnya melewati
malam berdua dengan-Nya, bermunajad dihadapan-Nya dengan air mata dan
hati yang hancur.
Beberapa bulan setelah kejadian itu saya tidak lagi bertemu dengan almarhum karena memang tempat tinggal dan kesibukan kami
yang tidak memungkinkan, tapi kami masih tetap berhubungan via telpon ,
sampai akhirnya 2 minggu yang lalu saya bertemu dengan dirinya di salah
satu mesjid tua di kawasan kebun jeruk Jakarta Pusat.
“Ane mau belajar dakwah 40 hari “ ucapnya. Saya hanya bisa tersenyum bahagia mendengar penuturannya. “ Routenya kemana ? “ Tanya saya. “Belum di putus, besok pagi selepas bayan subuh baru ketahuan routenya, karena ane gabung dengan jamaah yang lain” jawabnya singkat. Sesaat kemudian dirinya bertanya hal yang sama seperti saat kami pertama kali bertemu. “ Apa di surga ada orang yang bertatto?”
tanyanya dengan aga ragu. Dan sekali lagi saya yang sombong , yang
angkuh yang ahli maksiat tapi sok bersih menjawab dengan ringannya tanpa
mencerna dan berpikir lebih jauh tentang pertanyaan Almarhum tersebut. “Mana ada di surga orang yang bertatto , kalau di neraka banyak”. Jawab saya, dan almarhum hanya tertunduk sedih, saya segera menyadari kesalahan saya dan meralat ucapan saya “Tapi
ente tenang aja kalau ente tetep buat dakwah , nanti ente juga akan
masuk surga dan Allah sendiri yang akan menghapus tatto ente”.
Almarhum sahabat saya tersenyum bahagia dengan jawaban saya, senyum
yang terakhir yang saya lihat, karena saya tidak akan pernah melihat
senyumnya lagi, sebuah sms saya terima malam kemarin yang mengabarkan ia
telah meninggal dunia ketika dirinya sedang berlajar berdakwah, islah
diri, belajar menjadi hamba yang taat, belajar mencintai Allah swt dan
Rasul-Nya.
Selepas
bersilaturahmi bada isya almarhum pamit dengan amir jamaah untuk tidur
lebih awal karena kondisi badannya yang kurang baik, dan mendekati subuh
terlihat almarhum masih tertidur, dan ketika salah satu rekan mencoba
membangunkannya ternyata almarhum telah tiada, pergi meninggalkan dunia
untuk bertemu Allah swt bertemu dengan sosok yang dicintainya yaitu
Rasulullah saw dan para sahabat-nya, meninggalkan dunia pada saat
pertobatannya. Kematian yang indah, yang selalu saya rindukan, mati di
jalan-Nya, mati ketika mencoba meraih cinta-Nya.
Selamat
jalan sahabat, di surga memang tiada akan ada pria bertatto , yang ada
hanya pria tampan, yang suka miscall tengah malam untuk bangunin
tahajud, yang suka bangun malam dan nangis kaya anak kecil, yang suka
bikin gw kesel karena selalu berantakan kalau makan berjamaah, yang suka
tiba-tiba batalin janji pada hal udah jauh-jauh hari dibuat. Kita
memang gak akan pernah ketemu lagi di dunia, gak pernah bisa keluar
masturah bareng, gak pernah akan bisa ke IPB ( India, Pakistan,
Bangladesh ) berdua. Dan elo gak bisa baca blog gw lagi, pada hal elo
pengen banget kita sama-sama hadir ijtima Bulan Juli nanti dan elo
pengen banget ngerasin duduk di bawah tenda dan poto elo gw tampilin di
blog jelek gw ini, tapi rasanya itu cuma mimpi, karena pastinya gak akan
bisa terjadi. Sekarang elo dah tenang di sana, tugas elo di dunia dah
selesai, tinggal gw yang masih gamang dengan jalan hidup sendiri.
Selamat
jalan sahabat, semoga Allah selalu menjaga dan menerima tobat dirimu.
Semoga kami yang di tinggalkan dapat memetik banyak pelajaran dari
perjalanan hidupmu. Dan semoga Allah swt kekalkan kami dalam usaha
dakwah, dakwah sebagai maksud hidup, hidup untuk dakwah , dakwah sampai
mati dan mati dalam dakwah.
Alloh humma firlahu war hamhu wa afi’i wa’fuanhu. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar