Apa maksud dan tujuan dari kerja dakwah ini...?
Allah berfirman :
“…Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan nasib suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (13 :
11)
Allah Ta’ala baru mau membantu suatu kaum untuk berubah
dari keadaan buruk menjadi keadaan baik setelah kaum itu mau berusaha
untuk merubah kehidupannya sendiri. Allah akan mendatangkan perbaikan
pada suatu kaum jika kaum itu mau buat usaha perbaikan. Apa yang harus
diperbaiki pertama kali yaitu kondisi agamanya, karena baik atau
buruknya manusia tergantung pada kondisi agama yang ada diri mereka.
Sedangkan Agama ini adalah solusi yang Allah berikan untuk menyelesaikan
seluruh masalah manusia sampai hari kiamat.
Maksud dan tujuan dari kerja dakwah ini banyak sekali. Tetapi yang terpenting ada 3 diantaranya adalah :
1. Bagaimana Ummat dapat wujud dalam dirinya agama secara sempurna melalui tahapan
2. Bagaimana Ummat ini dapat melanjutkan Kerja Dakwah Nabi SAW
3. Bagaimana Ummat dapat mencapai taraf pengorbanan para sahabat
Namun untuk dapat mewujudkan ini diperlukan 4 Amalan :
1. Dakwah Illallah
2. Taklim Wa Taklum
3. Dzikir Ibadah
4. Khidmat
Caranya mengamalkannya yaitu dengan melakukan 2 amalan :
1. Khuruj Fissabillillah
2. 5 Amal Maqomi
Hasil dari Khuruj Fissabillillah dan Amal Maqomi ini adalah :
1. Islah ( Perbaikan Diri ) à Tazkiyatun : Iman, Nafs, Amal
2. Syukbah ( Persahabatan ) : Ukhwah Islamiyah
3. Biyah ( Suasana Amal ) : Keberkahan dan Pertolongan Allah
Didalam Al Qur’an Allah berfirman :
“ Sesungguhnya Kalian adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyeru kepada yang Ma’ruf (dakwah), dan mecegah yang mungkar,
dan beriman kepada Allah…”
(3 :111)
Disini Allah
bilang kita sebagai Khoiru Ummat atau Umat terbaik tentu ada sebabnya.
Ini dikarenakan kita diamanahkan untuk memikul suatu kerja yang tidak
diamanahkan kepada umat sebelumnya yaitu kerja kenabian atau kerja
dakwah. Dakwah ini adalah identitas umat Nabi SAW sebagai pelanjut
risalat kenabian. Jika kita tidak melakukan tugas ini maka ini seperti
polisi yang berpakaian polisi tetapi tidak mau mengerjakan tugasnya,
hanya mau duduk-duduk saja diwarung, pasti dia akan dimarahi atasannya.
Baju Jika kita tidak melakukan tugas yang menjadi identitas kita sebagai
umat Nabi SAW maka kita akan dimurkai Allah Ta’ala.
Dalam Mahfum Hadits, Dari Aisyah R.ha berkata mendengar Nabi SAW bersabda :
“ Hai Manusia, Allah SWT berfirman kepada kalian : “Serulah (dakwahlah)
kepada manusia untuk berbuat kebaikan dan cegahlah mereka dari
perbuatan mungkar”, sebelum datang kepada kalian (akibatnya) dimana
kalian berdo’a kepadaKu tetapi Aku tidak akan menerima do’a kalian,
kalian meminta kepadaKu tetapi Aku tidak akan memenuhi permintaan
kalian, kalian memohon pertolongan kepadaKu tetapi Aku tidak akan
menolong kalian.” (At Targhib)
Dari Abu Said Al Khudri, Nabi SAW bersabda :
“Barangsiapa melihat suatu kemungkaran maka hendaklah cegah dengan
tangannya. Jika tidak mampu cegahlah dengan lidahnya. Jika tidak mampu
hendaklah dia merasa benci dalam hatinya dan ini adalah selemah-lemahnya
Iman.” (HR Muslim)
Oleh karena itu penting ada diantara kita
yang siap melakukan inisiatif untuk mengajak manusia kearah perbaikan
seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Walaupun itu hanya
segolongan orang yang memulainya demi tegaknya agama dan perbaikan atas
ummat.
Allah berfirman :
“Dan hendaklah ada diantara
kalian segolongan ummat (jemaah) yang menyeru kepada kebaikan, menyeru
kepada yang Ma’ruf, dan mencegah kemungkaran, dan merekalah orang-orang
yang beruntung.” (3:104)
Disini bahkan Allah bilang bagi orang
yang mau menyeru manusia kepada kebaikan ini sebagai orang-orang yang
beruntung. Dan hanya orang-orang yang mencintai Allah, Rasul, dan
Agamanya Allah saja yang mampu berfikir ke arah tersebut dan mau membuat
usaha perbaikan atas Ummat. Tanda-tanda kecintaan seseorang kepada
Allah yaitu terlihat dari keinginan dia mengikuti orang yang paling
Allah cintai agar dia bisa mendapatkan cinta dari Allah kepadanya.
* Apa dalilnya mengenai 3 hari, 40 hari, dan 4 bulan ? kalau tidak ada apakah ini bid’ah ?
Allah Ta’ala berfirman :
“Innamal mu’minunalladzina amanu billahi warrosulih tsumma lam yatahu
fajahadu bi amwalihim wa anfusihim fi sabillillahi ulaaika hummus
shodiqun…”
artinya : Orang yang beriman itu adalah orang yang
beriman kepada Allah dan Rasulnya tanpa ragu-ragu dan mereka berjuang di
jalan Allah dengan harta dan jiwa. Mereka Itulah orang-orang yang
Imannya benar.”
Konsep keluar di jalan Allah ini adalah suatu
jalan atau latihan untuk membuktikan diri kita dihadapan Allah, bahwa
kita mau belajar mengikut-ikuti pengorbanan para Nabi dan Sahabat.
Walaupun kita belum bisa dibilang menghadapi perjuangan yang
sesungguhnya seperti Nabi dan Sahabat, tetapi dengan mengikuti napak
tilas mereka, mudah-mudahan Allah tempatkan di kita pada golongan yang
sama yaitu golongan orang-orang yang telah mengorbankan dirinya di
jalan Allah.
Hadits Nabi SAW mahfum :
“Barangsiapa yang mengikut-ikuti suatu kaum ketika dia mati maka dia akan dibangkitkan bersama kaum yang di ikutinya.”
Allah berfirman :
“ Orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) diantara
orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka
surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Dan mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” ( 9 : 100 )
Inilah harapan kita jika kita berniat mengikuti napak tilas Nabi SAW
dan para sahabat, mudah-mudahan dengan meniru-niru hidup mereka Allah
bangkitkan kita bersama Nabi SAW dan para Sahabat. Jika kita meniru-niru
kehidupan musuh-musuh Allah atau idola-idola orang-orang yang jauh dari
agama maka Allah akan bangkitkan kita bersama mereka.
Jadi
waktu 3 hari / 40 hari / 4 bulan ini kita harus lihat hanya sebagai
pagar atau batasan waktu agar lebih mudah bagi kita mengamalkannya atau
mengikutinya. Seperti untuk lulus SD dibutuhkan waktu untuk tamat selama
6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, atau di pesantren lulus 8 tahun.
Jadi itu hanya sarana saja, agar orang mempunyai target dari batasan
waktu tersebut.
Namun walaupun begitu secara ilmu yang
menerangkan suatu nash atau hukum tidak ada satu ayatpun atau hadits
yang menerangkan tentang tertib 3 hari, 40 hari, 4 bulan, untuk keluar
di jalan Allah. Ini karena tertib ini bukanlah suatu kewajiban atau
keharusan yang bisa menyebabkan seseorang menjadi kafir jika tidak ikut
tertib ini. Jadi tertib ini tujuannya bukan untuk menyusahkan orang lain
yang ikut maupun yang tidak. Jadi tidak ada aturan atau maksud yang
seperti itu. Tertib ini bukan untuk mengkafirkan orang atau menilai
orang, tetapi tertib ini hanya untuk memudahkan orang dalam melakukan
kerja dakwah. Dan Tertib dalam kerja dakwah ini adalah hasil ijtihad
ulama yang diambil dari :
Mahfum Hadits, Nabi SAW bersabda :
“wahai sahabat-sahabatku jika Allah beri 10 perintah kepada kalian,
lalu kalian melanggar 1 perintahnya, maka ini sudah bisa menjadi asbab
kalian masuk ke dalam Neraka Allah. Namun nanti ada umatku sesudah
kalian, Allah beri mereka 10 perintah namun 1 perintah saja mereka
laksanakan sudah dapat menjadi asbab mereka masuk ke dalam SurgaNya
Allah Ta’ala.”
(Al Hadits)
Sahabat ini dari 10
perintah Allah, satu saja mereka langgar maka sudah dapat menjadi asbab
mereka masuk kedalam neraka. Namun, umat sesudah sahabat di akhir zaman
ini kata Nabi SAW dalam mahfum hadits ini, satu perintah saja yang
mereka laksanakan dari 10 perintah yang Allah kasih, sudah dapat menjadi
asbab mereka masuk kedalam SurgaNya Allah Ta’ala. Atas dasar ini, yang
di dapat dari hadits tersebut adalah 1 perintah dari 10 perintah berarti
1/10 nya ( 10 Persen waktu kita sedekahkan ). Bilangan ini digunakan
sebagai tertib waktu untuk mempermudah kita mengamalkan agama secara
sempurna melalui tahapan-tahapan. Tertib ini merupakan hasil dari
Ijtihad para Ulama, sebagai cara atau methode untuk mempermudah manusia
dalam beramal dan menjalankan usaha nubuwah atau usaha atas Iman. Atas
perkara inilah Ulama membuat tertib atau tahapan untuk mempermudah
manusia dalam mewujudkan kesempurnaan agama dalam diri mereka dan diri
umat seluruh alam.
Syekh Ibnu Atha’illah Rah.A berkata :
“Jika Allah cinta dengan seorang hamba maka Allah akan sibukkan dia
setiap waktu dalam amal-amal Agama. Seluruh waktunya sibuk dengan
perkara yang Allah cintai yaitu amal-amal Agama.”
Tahapan itu adalah :
1. Minimal memberikan 1/10 waktunya untuk agama : 2.5 jam tiap
hari, 3 hari tiap bulan, 40 hari tiap tahun, minimal 4 bulan seumur
hidup. (Tertib Minimum ) : Ijtihad Ulama
2. Memberikan
1/ 3 hidupnya untuk agama : 8 jam tiap hari, 10 hari tiap bulan, 4 bulan
tiap tahun. (Tertib Umar RA, Standard para Sahabat)
Umar RA
pernah menanyakan pada istri-istri prajurit islam tentang batas kesiapan
mereka untuk ditinggal pergi oleh suaminya ketika fissabillillah.
Mereka menjawab yaitu 4 bulan. Sehingga Shift prajurit yang berperang
diputar setiap 4 bulan. Ijtihad lain yang digunakan untuk massa keluar 4
bulan di jalan Allah ini adalah masa ditiupkannya ruh ke dalam badan.
Di dalam Al Qur’an Allah jadikan dari darah menjadi segumpal daging
dalam waktu 40 hari. Ketika berumur 4 bulan daging tersebut di tiupkan
Ruh oleh Allah Ta’ala. Maka bayi yang gugur sebelum 4 bulan ini tidak
perlu di sholatkan, lain dengan yang sudah 4 bulan dan sudah bernyawa,
ini wajib hukumnya disholatkan. Inilah yang menjadi harapan para ulama
dalam ijtihadnya mudah-mudahan dalam waktu 4 bulan di jalan Allah ini
iman kita mempunyai ruh seperti ruh yang ditiupkan ke badan manusia.
Badan tanpa ruh ini seperti mayat tidak ada manfaat, badan ini kan
mendatangkan manfaat jika hidup atau mempunyai ruh.
3. Memberikan seluruh waktunya untuk Agama. (Tertib Abu Bakar R.A)
Dalam suatu riwayat ketika semua orang menyumbangkan harta untuk agama
Utsman RA memberikan 1/3 hartanya untuk agama, Umar menyumbangkan 1/2
untuk agama, sedangkan Abu Bakar RA menyumbangkan seluruh harta dan
waktunya untuk agama.
Inilah tertib waktu yang merupakan hasil
daripada ijtihad para ulama agar ummat ini dapat melakukan perbaikan
qualitas hidup dan agar kehidupan mereka tidak terlalu tertinggal dengan
kehidupan sahabat. Maulana Ilyas Rah.A ketika memulai usaha ini asbab
fikirnya atas agama dan risaunya terhadap kondisi ummat saat itu di
mewat, beliau telah melakukan beberapa usaha atas perbaikan ummat :
1. Usaha Atas Ilmu : Mendirikan Madrasah
Namun ketika itu yang beliau temui adalah kegagalan, dan tidak
effektif. Seperti ketika beliau membangun madrasah, salah seorang
muridnya yang terbaik setelah lulus pergi kekota, dengan harapan murid
tersebut dapat memberikan perbaikan terhadap kehidupan ummat di kota.
Ternyata setelah bertemu kembali beberapa lama kemudian, si murid yang
terbaik yang telah tinggal di kota ini, ketika bertemu telah hilang dari
dirinya ciri-ciri keislamannya. Ini menunjukkan kegagalan atau ketidak
effektifan usaha atas madrasah dalam memperbaiki ummat. Ketika si murid
dibawa kepada suasana kota dimana amal agama tidak ada sehingga terjadi
kemerosotan Iman.
2. Usaha atas Dzikir Ibadah : Menghidupkan Amalan Tarekat
Beliau mempunyai murid dalam membuat amalan dzikir, karena beliau
sendiri juga adalah seorang Mursyid tarekat. Namun masalahnya adalah
murid-murid tarekat ini mempunyai kecenderungan untuk menyendiri,
melakukan uzlah dengan membuat amalan dzikir. Sehingga perbaikan atas
kehidupan ummatpun juga tidak nampak melalui cara ini.
3. Usaha atas Kerja Dakwah : Melanjutkan Risalat Kenabian
Asbab fikir beliau yang kuat atas agama dan kerisauannya atas ummat
yang sudah rusak ini, sehingga Allah telah memberi petunjuk, ilham,
kepada beliau untuk memulai kembali usaha nubuwah. Usaha Nubuwah yaitu
usaha yang dibuat Rasulullah SAW pada waktu kurun awal islam berkembang.
Apa itu usaha Nubuwah ? yaitu kerja dakwah, menyiapkan ummat
melanjutkan risalah kenabian.
Rombongan dikirim untuk
Fisabillillah agar dapat membuat dan membawa suasana agama sehingga
orang tertarik kembali untuk menghidupkan amal-amal agama di dalam
rumahnya, lingkungannya, dan di seluruh alam. Caranya dengan membuat
amal maqomi dan amal intiqoli, yaitu usaha atas ketaatan, amar ma’ruf,
dan usaha atas pengorbanan, khuruj fissabillillah.
Menurut ulama Bid’ah ini ada 2 :
1. Bid’ah Dholalah : amal yang tidak pernah dicontohkan oleh
Nabi SAW, tetapi mendatangkan banyak Mudharat dibanding manfaat
Contoh : Puasa 40 hari berturut-turut ( Pati Geni ), Jimat, Sesajen, Kejawen, tebusan dosa dengan uang, dll.
2. Bid’ah Hasanah : amal yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW, tetapi mendatangkan banyak Manfaat
Contoh : Dijaman Nabi SAW tidak ada pesantren, Terawih berjamaah, dll.
Jadi dalam melihat perkara Bid’ah ini perlu kita banyak konsultasi dan
bertemu dengan banyak ulama agar wawasan dan pengetahuan kita bertambah
sehingga kita bisa membuat keputusan yang tepat. Seperti pesantren di
jaman Nabi tidak ada, tetapi apakah pesantren itu harus dilarang. Coba
kita lihat manfaatnya daripada pesantren hari ini ? tentu jawabannya
adalah sangat banyak terutama bagi ummat. Nabi SAW hanya melaksanakan
haji hanya sekali, tetapi banyak sahabat dan ulama tabi’in naik haji
lebih dari sekali, Apakah itu Bid’ah ? Bagaimana dengan mobil, pesawat,
apakah itu juga harus dilarang walaupun itu tidak pernah dilakukan Nabi
SAW. Hari ini banyak sekali gerakan islam yang ada dalam masyrakat dan
ummat di pelosok dunia. Tetapi bagaimana kita mengetahui bahwa gerakan
ini adalah yang benar untuk di ikuti. Selama dalam gerakan tersebut
masih mengikuti 3 landasan hukum agama :
1. Al Qur’an
2. Hadits dan Sunnah Nabi SAW
3. Ijtihad, Ijma, dan Qiyas Ulama : yang berdasarkan kehidupan sahabat, dan tabi’in-tabi’in
Maka gerakan tersebut masih dalam batas kepatutan, dan perlu di dukung.
Sedangkan bagi yang mengikutinya maka kita akan tahu bahwa gerakan ini
mendatangkan manfaat jika :
1. Yakinnya menjadi terperbaiki
2. Taqwa dan Amalnya meningkat
3. Akhlaqnya menjadi tambah baik
4. Ilmunya bertambah
5. Pengorbanannya untuk agama bertambah
Tetapi yang pasti bahwa dakwah ini adalah jalan Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya :
Allah berfirman :
“Katakanlah (hai Muhammad SAW) : ini adalah jalanku, Aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (manusia) kepada Allah dengan
Hujjah yang nyata…” (12:108)
Allah telah perintahkan kepada
Nabi SAW untuk menjelaskan jalan hidupnya kepada manusia agar mereka
mengikutinya. Apa itu jalan hidup Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya
yaitu mengajak orang untuk taat kepada Allah dan semua
Perintah-perintahNya. Inilah yang namanya Dakwah yaitu mengajak orang
kepada Allah saja dan untuk taat kepada perintah-perintahNya. Inilah
maksud dikirimkan rombongan-rombongan dakwah ke seluruh pelosok dunia.
Jadi jalan dakwah ini adalah jalan hidup kenabian dan salah satu sunnah
Nabi SAW. Hanya dengan mengikuti jalan yang orang kita cintai baru cinta
kita ini dapat dibenarkan. Bagaimana kita bisa mengaku cinta sementara
kita tidak mau mengikuti orang yang kita cintai.
Allah berfirman :
“Katakanlah (hai Muhammad SAW) : Jika kamu mencintai Allah , ikutilah
Aku, niscaya Allah akan mengasihimu, dan mengampuni dosa-dosamu..”
(3:31)
Inilah yang Allah minta kepada orang yang mengaku cinta
kepada Allah yaitu dengan mengikuti jalan orang yang paling dicintaiNya
yaitu Nabi SAW. Hanya dengan cara Nabi SAW kita akan mendapatkan cinta
Allah SWT, ini karena Allah telah mewariskan kepada Nabi Sunnanul Huda
atau Jalan-jalan Hidayah (Petunjuk). Jika kita berjalan diluar Sunnanul
Huda niscaya tersesatlah kita.
Dalam Hadits Mahfum Nabi SAW bersabda :
“Barang siapa yang mengamalkan sunnahku berarti dia mencintaiku, dan
barang siapa yang mencintaiku maka dia akan di surga bersamaku.” (Al
Hadits)
“Semua orang dari ummatku akan masuk surga kecuali yang
menolak.” Para sahabat bertanya, “Siapakah yang menolak ya Rasullullah
SAW ?” Nabi SAW menjawab, “Mereka yang menolak Sunnahku.” (Al Hadits)
* Bagaimana dengan tanggung jawab terhadap anak istri ?
Allah berfirman :
“Katakanlah : Jika Bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu,
istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaanmu yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiaannya, rumah-rumah tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan rasulNya
dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusanNya. Dan Allah tidak akan memberi petunujuk kepada orang-orang
yang fasik.” (9 : 24)
Inilah definisi dunia menurut ulama, dan
jangan sampai keduniaan kita menghalangi kita dari berjuang di jalan
Allah. Namun walaupun begitu seseorang yang akan pergi di jalan Allah
ini hendaklah kepergiannya ini harus di dasari atas Musyawarah dari
Mesjid Jami Kebon Jeruk yang merupakan tempat yang bertanggung jawab
dalam mengkoordinir jemaah gerak di seluruh Indonesia. Sebelum
keberangkatan maka orang tersebut akan di tafakkud ( analisa kesiapan )
terlebih dahulu :
1. Bagaimana kesiapan keluarga yang ditinggalkan ?
2. Bagaimana bekal yang ditinggalkan untuk keluarga ?
3. Bagaimana dengan pekerjaan atau toko yang ditinggalkan ?
4. Bagaimana dengan masalah-masalah yang akan di tinggalkan ?
Intinya bagaimana perginya seseorang di jalan Allah ini harus di iringi
dengan bekal yang cukup dan persiapan yang benar. Jangan kita pergi
dengan kesan yang tidak baik yaitu meninggalkan anak istri yang pada
akhirnya kepergian kita justru menterlantarkan mereka. Inilah pentingnya
kesiapan keluarga yang akan ditinggal dari segi pemahaman, amalan, dan
kecukupan bekal. Maka atas perkara ini perlu kita mempersiapkan kesiapan
keluarga kita untuk ditinggal. Permasalahannya hari ini banyak yang
tidak mengerti manfaat dari seorang ayah dan suami yang meninggalkan
keluarganya di jalan Allah.
Manfaat Pelajaran Keimanan bagi Keluarga yang ditinggalkan :
Seorang istri dan anak-anaknya hari ini mempunyai kecenderungan sangat
bergantung kepada suami dan ayahnya sebagai kepala keluarganya.
Sedangkan dalam masalah tauhid, bergantung kepada selain Allah ini
adalah haram hukumnya. Apa jadinya jika anak istri kita mati membawa
keyakinan yang salah yaitu bergantung bukan kepada Allah tetapi kepada
mahluk atau selain Allah yaitu suami atau ayah dari anak-anaknya.
Logikanya :
Bila seorang suami atau seorang ayah pergi di jalan Allah maka insya
allah ini akan menjadi sarana tarbiyat atau pendidikan keimanan bagi
keluarga. Dengan ditinggalnya istri dan anak di jalan Allah, ini
merupakan kesempatan bagi mereka untuk melatih diri mereka menyelesaikan
masalah dengan amal-amal agama selama ditinggal sang suami atau sang
ayah. Mereka akan belajar membenarkan gantungan dari kepada mahluk atau
ayah atau suami mereka menjadi bergantung hanya kepada Allah. Inilah
yang harus di persiapkan seorang suami dan seorang ayah sebelum
meninggalkan keluarga mereka. Jadi pergi di jalan Allah ini bukan hanya
sarana perbaikan iman bagi orang yang pergi di jalan Allah, tetapi juga
sarana tarbiyat keimanan untuk keluarga. Sehingga kitapun yang mempunyai
kecenderungan pemikiran, “kalau ada saya maka akan beres”, ini bisa
dihilangkan. Padahal pemikiran “kalau ada saya maka akan beres” dalam
ilmu tauhid ini merupakan syirik. Untuk bisa menghilangkan ini perlu
seorang suami atau ayah ini pergi di jalan Allah belajar menemukan yang
namanya hakekat Tawakkal, berserah diri kepada Allah. Dan lagi semua
pahala dari amalan yang dilakukan suaminya atau ayahnya ketika keluar di
jalan Allah akan mengalir kepada keluarga yang ditinggalkan.
Kesalah Fahaman I :
Hari ini banyak orang mempertanyakan tentang kebutuhan bathiyah seorang
istri. Padahal maksud dari kebutuhan bathiniyah ini adalah kebutuhan
akan bekal agama bukan kebutuhan seksual. Sekarang mana yang lebih
penting kebutuhan seksual untuk istri dan perhatian materi seorang ayah
atau kebutuhan agama untuk keluarga. Tentu jawabnya nafkah bathiniyah
lebih penting yaitu bekal agama buat keluarga. Seorang suami dan ayah
ini akan dimintai pertanggung jawaban mengenai bekal agama bagi
keluarganya oleh Allah Ta’ala sebagai pemimpin keluarga dan ini
merupakan salah satu solusi untuk mempersiapkan bekal kehidupan bagi
keluarga kita.
Kesalah fahaman II :
Orang mengira
ketika seorang ayah atau suami pergi di jalan Allah maka mereka sudah di
cap sebagai orang yang menterlantarkan keluarga. Padahal kalau kita
lihat perjalanan Nabi Ibrahim AS yang meninggalkan anak dan istrinya
tanpa bekal di padang pasir atas perintah Allah, Apakah itu termasuk
menterlantarkan keluarga ? Apakah Ibrahim AS dzolim kepada keluarganya ?
Apakah Allah dzolim memerintahkan Ibrahim AS meninggalkan keluarganya
di padang pasir ? tentu tidak. Semuanya itu dilakukan atas perintah
Allah dan dibalik perintah Allah pasti ada kejayaan dan kesuksesan.
Perginya suami atau seorang ayah ini di jalan Allah inipun demi
menjalankan perintah Allah yaitu Dakwah Illallah, mengajak manusia taat
kepada Allah.
Asbab menjalankan perintah Allah ini keyakinan
Ibrahim AS beserta anak dan istrinya terperbaiki bahwa Allah lah yang
memelihara mereka. Sang istripun asbab demikian menjadi semakin yakin
bahwa Allahlah yang memelihara mereka di padang pasir. Di padang Pasir
yang kering kerontang dia bertanya kepada sang suami ketika Ibrahim AS
hendak meninggalkan mereka di padang pasir, “Apakah ini perintah Allah
?” Ibrahim AS hanya menganggukkan kepalanya, dan Siti Hajar AS langsung
meyakininya bahwa Allah tidak akan mungkin menterlantarkan mereka. Di
padang pasir yang tidak ada apa-apa dan tidak ada suami yang menolong,
di situlah Siti Hajar AS mendapatkan keyakinan yang benar kepada Allah
Ta’ala. Bagaimana dengan keyakinan Ismail AS, asbab pendidikan agama
yang diterima dari ibunya, maka Ismailpun mempunyai keyakinan yang lurus
kepada Allah SWT. Bagaimana keyakinan Ismail AS yang terbentuk melalui
tarbiyah Allah ketika Allah meminta ayahnya meninggalkannya di padang
pasir dan didikan ibunya selama pertumbuhannya tanpa seorang ayah.
Ketika Ismail AS mengetahui bahwa ayahnya mendapatkan perintah dari
Allah Ta’ala untuk menyembelih dirinya maka ismail AS yang masih kecil
ini tetap menerimanya dengan ikhlas.
Begitu pula dalam
perjalanan kisah Nabi Musa AS. Suatu ketika istri Musa AS sedang sakit
dan kedinginan, Musa AS yang biasa menyalakan api dengan kayu agar dapat
memberikan kehangatan buat istrinya, kali ini apinya tidak menyala.
Lalu Allah nampakkan kepada Musa AS api yang menyala dari bukit
Thursina. Demi istrinya, Musa AS, sama seperti kita rela bersusah-susah
pergi jauh-jauh untuk mencarikan obat buat istrinya yang sedang
kedinginan. Ketika sampai di bukit Thur, Api yang dilihatnya ternyata
tidak ada. Disini Musa AS hendak ditarbiyah oleh Allah Ta’ala, bahwa
tidak perlu api untuk menghangatkan, atau makanan untuk mengenyangkan,
atau air untuk menghilangkan haus, karena semua itu manfaat dan
mudharatnya atas izin dari Allah. Itulah yang Allah Ta’ala ajarkan
kepada Musa AS ketika tongkatnya menjadi ular lalu menjadi tongkat
kembali atas perintah dari Allah Ta’ala. Memang secara logika perintah
Allah tidak masuk diakal, ini karena Allah sembunyikan QudratNya dibalik
perintahNya. Namun untuk menyempurnakan Iman dan Yakin ini perlu
pengorbanan dengan jiwa dan harta. Maka walaupun Musa AS masih dalam
keadaan belum sempurna keyakinannya, Allah tetap perintahkan Musa AS
untuk pergi Dakwah kepada Firaun. Siapa itu Firaun yaitu Ahli Dunia yang
mengaku sebagai Tuhan karena merasa mampu melakukan segala-galanya.
Disitu Musa AS harus membuat keputusan, antara menemani istri yang
sedang sakit dan kedinginan, atau menunaikan perintah Allah. Istri
jelas-jelas sedang sakit tetapi Allah malah menyuruh Musa AS untuk
meninggalkan istrinya pergi di jalan Allah. Perintah Allah ini sangat
bertentangan dengan Nafsu Musa AS ketika itu. Ada masalah tetapi malah
disuruh pergi di jalan Allah. Musa AS bertanya kepada Allah bagaimana
dengan istrinya lalu Allah perintahkan Musa AS untuk memukul batu dengan
kayunya. Setalah tiga kali memukul hingga batu itu pecah menjadi batu
yang lebih kecil didapati oleh Musa AS, seekor ulat yang sedang memuji
Allah karena Allah tidak melupakan Rizkinya. Ulat dalam batupun masih
dalam pemeliharaan Allah. Lalu Musa berkata bahwa Firaun mempunyai Bala
Pasukan yang banyak, dan ia meminta Harun diangkat sebagai Nabi sebagai
teman yang membantunya. Allah berkata mahfum kepada Musa AS untuk tidak
takut karena “Aku bersama Engkau”. Namun karena Musa AS memberikan
alasan agar Harun AS dapat membantunya dalam menyampaikan Dakwah kepada
Firaun, akhirnya do’a Musa AS ini diterima. Walaupun dalam kondisi yang
sangat sulit, Musa AS nafikan Nafsunya dan buat keputusan untuk ikuti
maunya Allah, keluar ke negeri jauh. Tidak ada Musyawarah dengan istri
bahkan ia meninggalkan istri dalam keadaan sakit. Jadi apa yang di
korbankan Musa ketika itu, ada 3 perkara :
1. Mal atau Harta : Berupa domba2xnya dan tempat tinggalnya
2. Hal atau Keadaan : Tanggung jawab kepada istri yang sedang sakit
3. Al atau Keluarga : Istri yang dicintai
Inilah Pengorbanan Musa AS demi perintah Allah, dia nafikan (acuhkan)
keadaannya dan hanya membenarkan perintah Allah. Hari ini kita logikan
perintah Allah, sehingga kita bisa mudah mengikuti Nafsu kita. Istri dan
Anak belum diberi uang belum bisa berangkat. Dikira kita ini yang
menghidupkan dan memberi makan mereka sehingga perintah Allah kita
logikan. Jaga anak dan istri kan perintah juga, nanti kalau sudah siap
baru saya berangkat. Siapnya kita ini adalah menurut Nafsu beda dengan
siapnya Musa AS. Ini karena kita belum mengambil keputusan, sehingga
perintah Allah ini belum bisa kita kerjakan secara sempurna.
Begitu juga pendidikan yang diterima oleh para Sahabat RA. Bagaimana Abu
Bakar RA tidak meninggalkan harta sedikitpun untuk keluarga ketika
pergi di jalan Allah. Semua sahabat ketika takaza jihad atau dakwah
datang maka mereka meninggalkan semua perkara yang mereka cintai untuk
memenuhi panggilan agama. Sehingga kita menemukan banyak makam sahabat
di luar negeri seperti Saad bin Abi Waqqash RA di China, Abu Ayub Al
Anshari di Turkey, Tariq bin Ziyad RA di Spanyol, dll. Kalau sahabat
kerjanya hanya memikirkan keluarga saja maka islam tidak akan mungkin
tersebar keseluruh dunia, dan kita mungkin masih menjadi orang penyembah
berhala. Hari ini banyak orang yang marah asbab melihat mereka yang
pergi meninggalkan keluarga untuk pergi di jalan Allah. Sedangkan hari
ini kalau kita bicarakan orang yang meninggalkan anak istrinya demi
kepentingan dunia tidak ada yang ambil pusing atau protes. Tetapi orang
yang meninggalkan anak istrinya demi perbaikan agamanya banyak yang
protes dan tidak terima. Berapa banyak hari ini perempuan lagi bukan
laki-laki yang meninggalkan keluarganya untuk kerja di luar negeri ? apa
ada yang protes ? berapa banyak keluarga yang ditinggal ayahnya atau
suaminya ke luar negeri karena dinas atau belajar di universitas
mengambil gelarnya ? apakah ada yang tidak terima ? padahal ini semua
hanya demi kepentingan dunia saja. Sedangkan ketika di jalan Allah ini
yang jemaah kerjakan adalah demi kepentingan agama, akherat, ummat, dan
keluarganya. Dan lagi segala hak atas keluarga dan Kewajiban-kewajiban
yang lainnya akan gugur jika dihadapkan dengan kepentingan Jihad buat
agama ataupun buat mencari ilmu. Ini karena Jihad dan menuntut ilmu ini
lebih tinggi prioritasnya dibanding amal-amal lain. Seperti Nabi SAW dan
para Sahabat RA yang meninggalkan keluarga mereka demi membela agama.
Jadi Jihad ini harus didahulukan diatas segala kewajiban kecuali sholat.
Hak istri, hak anak, hak bertetangga, semuanya gugur jika takaza (
pembentangan kepentingan menyelamatkan agama ) sudah di tawarkan. Jadi
Jihad lebih utama dibanding amal-amal lain menurut kondisi atau
keadaan-keadaan tertentu.
Kesalah fahaman III :
Banyak
orang bilang kalau mau jihad, memberi nafkah fakir miskin juga jihad,
mencari uang untuk menafkahai keluarga juga jihad, membela hukum islam
juga jihad, membela yang orang yang di dzolimi juga jihad, kenapa harus
susah-susah pergi di jalan Allah ? inilah anggapan mereka yang kurang
pengetahuannya. Dalam ilmu agama setiap keadaan itu ada amal-amal yang
di dahulukan atau di prioritaskan. Tidak mungkin ketika orang sedang
berperang, ummat sedang terancam, kita lebih memilih duduk saja dirumah
dan berdzikir dengan mengatakan dzikir itu jihad juga, lalu meninggalkan
jihad membela agama Allah, ini namanya kebodohan. Dalam keadaan
sekarang ketika kemaksiatan sudah merajalela dan penentangan terhadap
perintah Allah sudah dilakukan secara terang-terangan, maka dengan
adanya gerakan untuk keluar di jalan Allah dalam rangka memperbaiki diri
dan menyampaikan agama maka jihad yang seperti ini lebih tepat. Jihad
yang seperti apa maksudnya ? yaitu dengan harta dan diri meluangkan
waktu untuk pergi di jalan Allah.
Nasehat dari orang tua dalam kerja dakwah ini :
“ Hari ini manusia sibuk membuat usaha yang tidak akan ditanya oleh
Allah di pengadilan Agama nanti yaitu, perkara rizki, dan melupakan
perkara yang pasti akan ditanya oleh Allah yaitu Agama. Asbab ketidak
pahaman kita hari ini, kita berani menjawab bahwa mencari rizki itu
wajib dan memperjuangkan agama itu tidak wajib. Cari rizki itu wajib
hukumnya, betul itu, tetapi ini hanya keperluan bukan sebagai maksud.
Kita Allah kirim ke dunia ini bukan untuk berdagang, bertani,
bermewah-mewahan, bersaing dalam teknologi, tetapi kita dikirim untuk
Ibadat kepada Allah, menyempurnakan kehendak Allah atas diri kita di
dunia ini. Mewujudkan Agama dalam diri kita dan menyampaikan agama pada
setiap orang di seluruh alam, inilah maksud Allah kirim kita kemuka
bumi. Sholat itu wajib dan wudhu itu juga wajib, tetapi wudhu itu hanya
keperluan saja. Apa yang terjadi jika orang maunya wudhu saja karena
wajib sehingga gak sholat-sholat. Sudah mubazir Airnya, dan Allah akan
marah karena telah melupakan maksud yaitu sholat. Kita boleh berdagang,
bertani, dan lain-lain, tetapi ini hanya keperluan saja, jangan sampai
menjadi maksud. Kita pergi haji bukan untuk tidur-tiduran saja, tidur
itu hanya keperluan, jangan sampai kita datang ke mekah hanya untuk
tidur saja tetapi melupakan maksudnya yaitu naik hajinya. Ali Karamallah
Wajhahu berkata kalau manusia itu fikirnya hanya memikirkan apa yang
akan masuk kedalam perutnya maka derajatnya disisi Allah sama dengan apa
yang telah dikeluarkan dari perutnya. Beginilah hasilnya jika manusia
tidak diperjuangkan yaitu mereka akan menjadi rendah dan hina.
Derajatnya di sisi Allah seperti apa yang dikeluarkan perutnya yaitu
kotoran, tidak ada nilai, rendah, bahkan tidak pantas untuk dilihat atau
dipandangi.”
* Bagaimana dengan pekerjaan yang ditinggalkan ?
Anjurannya adalah bagi yang kerja di kantor dan terikat dengan
pekerjaanya, maka solusinya adalah dengan mengusahakan cuti dari kantor
tempat dia bekerja. Bahkan dianjurkan agar dia membuktikan prestasinya
di kantor dan menyelesaikan seluruh tugas-tugasnya agar kantornya tidak
terlantar. Sehingga dia mempunyai “Bargaining Power”, kekuatan untuk
mendapatkan cuti. Jika tidak dapat, maka terus diusahakan, dan sementara
waktu kita luangkan waktu yang ada saja, dan yang kita mampu berikan.
Seorang ulama memberi nasehat kepada saya :
“Lakukan apa yang kamu mampu, nanti Allah akan sempurnakan apa yang kamu tidak mampu lakukan.”
Jadi jika orang ini tidak mempunyai waktu asbab keterikatannya dengan
kantor maka anjurannya tidak boleh memaksakan diri. Tetapi dia
dianjurkan membuat usaha dengan memberikan prestasi yang terbaik kepada
kantornya sampai pada saat dia mempunyai “Bargaining Power”. Jadi untuk
saat ini di anjurkan dia memberikan waktunya semampu dia saja, lalu dia
meningkatkan usahanya di kantor agar bisa mendapatkan bargaining power
untuk mendapatkan cuti. Pengorbanan ini dapat dilakukan berdasarkan
kemampuan bukan paksaan. Tidak ada tertib baku mengenai waktu yang
disediakan untuk khuruj fissabillillah ini bagi orang yang terikat
dengan pekerjaannya. Dan kita di anjurkan menghargai pengorbanan orang
yang telah meluangkan masanya untuk di jalan Allah walaupun itu hanya
sesaat saja. Karena sesaat di jalan Allah ini nilainya disisi Allah jauh
lebih baik dari pada dunia beserta seluruh isinya.
Seorang
teman pernah memberi nasehat kepada saya mengenai perkara ini. Dia
katakan ketika saya bertanya, “Apakah saya harus buat usaha sendiri saja
dan tidak kerja di kantor orang, agar bisa tetap ada dalam usaha dakwah
ini ?” lalu dia jawab :
“ Memangnya kerja dakwah ini spesial
bagi para wirausahawan saja ? Gak adil dong, masa utk sempurna agama
seluruh manusia harus ganti profesi dulu? Repot amat, dijamin agama
semakin gak laku. Jadi kalau memang ada kesempatan untuk bekerja dan
mendapatkan penghasilan atau kondisi yang lebih baik, ya sudah
istikarah, musyawarah, plus jaga prasangka baik, apapun hasil
keputusannya. Terus kita betulin prestasi kerja kita, hingga kita punya
posisi : dibutuhin kantor. Ini yang namanya Bargaining Power, sehingga
kita bisa meminta seperti ini :
“Pak akhir bulan ini saya mau
cuti dulu karena ada pekerjaan penting (Dakwah Khuruj Fissabillillah).
Semua tugas dan pekerjaan sudah saya set dan saya selesaikan jauh-jauh
hari, Insya Allah 3 hari / 40 hari / 4 bulan yang akan datang semuanya
sudah beres….”
kita sudah biasa menyenangkan employer atau
kantor kita asbab kita berfungsi dengan baik dan dapat menunjukkan
prestasi yang baik bahkan extra baik. Sehingga hasilnya adalah kita
dikhususkan oleh kantor kita, dan dikasih berbagai fasilitas, termasuk
cuti untuk khuruj fissabillillah. Hari ini orang yang extra-giat
kerjanya mereka mengambil kesempatan dengan berebut meminta jatah
kebendaan yang extra dari naik gaji, naik pangkat, naik fasilitas
lainnya, tetapi kita sebagai pekerja agama bisa meminta “Jatah Extra
Waktu”.
Pokoknya agama ini mulia dan usahanya juga mulia, jadi
jangan sampai kita meminta-minta kepada mahkluk untuk agama seperti,
minta duit, minta kesempatan, minta cuti, dll. Banyak Da’i yg masih suka
minta waktu sama bosnya, tetapi tidak ada prestasi malah menyusahkan
kantornya. Sehingga ketika dia minta izin yang keluar dari bossnya :
“Bagimana sih kamu ini, udah kerja tidak ada prestasi, pekerjaan jadi
banyak yang terbengkalai, disuruh kerja juga tidak becus, malah minta
cuti lagi. Inikan namanya enak dikamu tidak enak di saya. Enak-enak saja
pergi dengan alasan agama, tapi saya yang susah jadinya ditinggalkan
beban oleh kamu ?”
Ini tanda bahwa bargaining position, posisi
tawar, kita belum bagus, baik di sisi bos maupun di sisi “The Real Only
Boss”, yang Maha mempunyai Kuasa atas diri kita dan hati boss kita,
yaitu Allah Ta’ala. Siapa bilang kita keluar karena uang atau waktu
luang? Kita keluar karena adanya pertolongan Allah atas diri kita. Untuk
dapat pertolongan Allah ini kita harus berkorban, tetapi jangan
mengorbankan kepentingan orang lain. Kita korban dengan harta dan diri
kita tanpa harus mengganggu orang lain. Ini perlu keyakinan yang benar
pada Allah. Orang kaya bisa keluar ke negeri jauh, ini sih biasa, karena
mereka punya uang, tetapi mungkin susah waktunya. Tetapi kalau orang
miskin bisa pergi keluar negeri, dia bisa punya banyak waktu tetapi uang
dari mana, sedangkan dia miskin judulnya, statusnya. Tetapi jika si
miskin tadi bisa berangkat keluar negeri, itu baru luar biasa dan itulah
yang namanya mendapatkan keyakinan yang benar namanya. Kita yakin
jadinya bahwa bukan harta yang mampu memberangkatkan si orang miskin
tadi tetapi Allahlah yang memberangkatkan dia. Begitu juga dengan
wiraswatawan, usaha sendiri, dia bisa jaga nishab dan ambil takaza, ini
bukan sesuatu yang luar biasa tetapi biasa aja karena dia mampu, tetapi
bagi pekerja yang sibuk dan terikat dengan kantornya bagaimana dia bisa
keluar lama dan ambil takaza? Jika dia bisa ambil takaza dan pergi waktu
nishab, ini baru yang namanya “Amazing” atau “Luar Biasa”. inilah yang
namanya pengorbanan yaitu mengusahakan yang tidak ada ! saya pernah
lihat di pakistan para pegawai negri bisa keluar jauh dan lama?
Contohnya Dr Saleem, ahli bedah, direktur rumah sakit pemerintah di
Pakistan, bisa keluar negeri sebagai jemaah jalan kaki selama satu tahun
di Russia ! kok bisa? Kenapa kita tidak bisa ? Ini karena kita masih
belum yakin dengan rancangan Allah dan kekuasaan Allah. Makanya kita
perlu keluar untuk memperbaiki keyakinan kita ini.”
Teman saya
Abdurrahman Ugan pernah memberikan nasehat kepada saya yang diambil dari
nasehat Prof. Abdurrahman dari masyeikh india. Asbabun nuzulnya dari
nasehat ini adalah ketika temen saya, ugan, mau minta ijin khuruj namun
cutinya cuma dapat 17 hari :
Kata Prof Abdurrahman: “you should
proud of your work (dunia) no matter how small it is, Da’i should do
his duties properly at their best. When your office only give you 2
minuntes for takaza, you should be back in your office before 2 minutes
….. but those 2 minutes you give for din (agama) you should do with
bathin (full tawajjuh).”
Sedangkan yang tidak terikat dengan
kantor, maka dianjurkan agar dia mempersiapkan pekerjaannya terlebih
dahulu sebelum ditinggal sampai pada kesiapan untuk ditinggalkan selama
dia pergi di jalan Allah. Sehingga dengan demikian tidak akan
menimbulkan fitnah atau masalah di kemudian harinya. Bagi pelajar
tertibnya adalah hanya 1 hari saja keluar di waktu libur hari minggu
dalam seminggu itupun kalau tidak mengganggu kegiatan belajarnya dan
prestasinya. Mereka dilarang untuk keluar di jalan Allah dalam waktu 3
hari, 40 hari, apalagi 4 bulan. Ini karena target dakwah bagi seorang
pelajar adalah menunjukkan prestasi yang baik disekolahnya sehingga
mereka bisa berdakwah diantara teman-temannya dan orang tuanya.
* Mengapa banyak orang yang tadinya bekerja lalu lebih memilih jadi pengangguran setelah ikut dalam pergerakan ini ?
Kita ini dipilih Allah sebagai ummat yang Da’i ( Penyebar Agama / Da’I )
bukan ummat yang Abid ( ahli ibadah ) saja sebagaimana ummatnya Nabi
Musa AS. Kalau seorang Abid dia akan takut pada keadaan-keadaan yang
dapat mengganggu ibadahnya sehingga dia melarikan diri dari keadaan
tersebut. Da’i ini tidak boleh takut dengan suasana apapun dimanapun dia
berada, apalagi bersembunyi dibalik alasan ibadah, sehingga dia
berhenti dari pekerjaannya. Kehadiran Da’i ini seharusnya justru harus
bisa mensuasanai kantornya, dengan dakwahnya bukanya malah kabur dari
kantornya. Ini namanya Da’i yang mempunyai salah pengertian. Kita hadir
dimana saja di kantor, di rumah, di lingkungan ini dalam rangka dakwah,
mensuasanai lingkungan kita agar hidup amal agama dimana saja. Dengan
kehadiran Da’i ini mudah-mudahan dari suasana yang tadinya lalai
terhadap agama bisa berubah menjadi suasana yang hidup amal-amal agama
dimana saja baik itu, di kantor, di rumah, di lingkungan kita, di sawah,
di pasar, dan dimana-mana tempat. Asbab kehadiran Da’i ini bagaimana
nanti di kantor ada kekasih Allah, di rumah ada kekasih Allah, di pasar
ada kekasih Allah, di sawah ada kekasih Allah dan lain-lain.
Namun untuk Da’i yang memilih menjadi pengangguran ini ada banyak kemungkinan :
1. Mungkin Da’i ini kurang mendapatkan mudzakaroh / pemberian materi yang cukup
2. Mungkin memang suasana kerja yang dia punyai sebelumnya sudah tidak mendukung lagi untuk di ikuti.
3. Mungkin dia kurang mempunyai rencana terhadap masa depannya
4. Mungkin dia terlampau bersemangat dalam mengamalkan agama
sehingga dia terlalu menjadi berhati-hati dalam hal yang dapat menganggu
aktifitas agamanya.
5. Mungkin dia sudah merasa cukup dengan keadaannya dan yakin tidak akan menyusahkan orang lain dan keluarganya.
Jadi kemungkinannya banyak sekali. Namun dibalik semua masalah yang ada
di dalam hidup ini, itu semua merupakan suatu proses pendewasaan dan
proses pembelajaran bagi seseorang, yang seharusnya bisa menjadi
pelajaran untuk ke arah yang lebih baik. Inilah pentingnya bertemu dan
meminta nasehat dengan para orang tua kita dalam kerja dakwah ini
terutama kepada para ahli syuro Indonesia dan pada para ulama. Penting
juga kita aktif dalam kerja dakwah ini di Markaz, di hallaqoh, di
mahalah, dan di majelis-majelis ilmu, sehingga kita tidak salah faham
atas kerja ini.
Yang jelas kalau soal kerja, tertib dari
masyeikh kita adalah bahwa kita ini harus bekerja, mempunyai asbab
dunia. Sedangkan mengenai jenisnya tidak ditertibkan. Bebas bentuk
selama halal jalurnya. Namun perlu di ingat bahwa semua perkerjaan dunia
kita ini sifatnya cuma sambilan atau keperluan saja bukan kebutuhan
atau kerja utama. Kerja utama kita adalah jadi hamba Allah,
mengedepankan segala perintah Allah dan sunnah Nabi pada setiap celah
kehidupan. Jangan kita sampai terpengaruh sama pendapat kerdil
orang-orang yg menyimpulkan bahwa makin banyak kerja makin banyak
rezeki, kalau kerja di big company berarti big rizqi, ini namanya tidak
nyambung ! Rizki kita telah ditentukan oleh Allah baik kita tidak ada
pekerjaan maupun ketika ada pekerjaan. Kita tidak mungkin mengambil
rejeki orang dan orang lain mustahil bisa mengambil rezeki kita, karena
semuanya sudah ditentukan oleh Allah dan Allah tidak mungkin salah.
Namun memang ada orang mendapatkan rezkinya dengan cara yang haram, ini
karena cara yang dipikirkan adalah dengan cara melanggar perintah Allah.
Sehingga rizkinya datang dari benda yang haram. Yang terpenting bahwa
kerja ini adalah perintah Allah dan sunnah Nabi SAW, itu saja. Kita
kerja bukan buat menambah-nambah rizki tetapi karena perintah Allah.
Sedangkan rezeki ini sudah Allah tentukan dengan kita kerja ataupun
tanpa kerja. Hanya saja kalau kita mempunyai masalah atau keinginan, ini
Allah serahkan pada kita untuk mencari jalan keluarnya. Contoh kalau
kita mau jabatan yang lebih tinggi atau gaji yang lebih besar maka kita
harus lebih giat lagi kerjanya walaupun hasilnya nanti Allah yang
tentukan. Sedangkan jabatan yang lebih baik atau gaji yang lebih besar
ini tidak mutlak berhubungan dengan rezeki. Contoh uang yang di bank ini
hanya tersimpan dan kita hanya lihat saja nominalnya, ini bukanlah
rejeki karena yang namanya rejeki itu yang habis terpakai dan yang masuk
kedalam perut inilah yang namanya rejeki. Lapar maka kita harus usaha
mencari makan, ini perintah Allah, hasilnya dapat atau tidaknya makanan
ini Allah yang tentukan.
* Mengapa ada kesan jemaah tabligh ini kecederungannya membawa orang kepada kemiskinan ?
Nasehat dari orang tua kita dalam kerja dakwah ini adalah bahwa :
“Miskin, kaya, sehat, sakit, di kota, di desa, yang punya pekerjaan dan
yang pengangguran, ini semuanya hanya keadaan-keadaan saja bukan
tujuan. Tujuannya adalah bagaimana semuanya bisa taat kepada Allah.”
Tidak pernah ada anjuran dari orang tua kita kepada kita untuk mengubah
hidupnya menjadi miskin atau hidup susah dalam kerja ini. Tetapi yang
ada bagaimana kita semua bisa meningkatkan ketaqwaan dan ketaatan kita
kepada Allah. Saya pernah membaca kitab karangan Said Hawwa Rah.A,
seorang ulama dari gerekan Ikhwanul Muslimin, `yang menjelaskan hukum
“Tajrid”. Apa itu hukum Tajrid yaitu apabila seseorang ini memilih
keadaan miskin agar bisa dekat dengan Allah, sementara kemiskinannya ini
bisa menyebabkan dia durhaka pada perintah Allah, maka ini hukumnya
adalah haram. Haram bagi dia untuk merubah keadaannya dengan
kemampuannya dari kaya menjadi miskin jika perubahan keadaan tersebut
dapat menyebabkan dia lalai atau durhaka terhadap perintah Allah. Jadi
haram hukumnya kita berpindah dari suatu keadaan yang menyebabkan diri
kita menurun amal-amal agamanya asbab pindahnya kita dari keadaan
tersebut dengan disengaja. Lebih baik dia kaya tetapi bisa taat
beribadah daripada dia menjadi miskin akibatnya dia malah kecewa pada
agama dan menjadi durhaka kepada Allah.
Dan tidak pernah Nabi
SAW menganjurkan kepada sahabatnya untuk jadi miskin saja agar bisa taat
kepada Allah. Dan Nabi SAW juga tidak pernah menganjurkan sahabat ini
untuk menjadi kaya agar bisa taat kepada Allah. Jadi jangan kita
mengajak orang untuk miskin ataupun kaya, miskin kaya ini hanya
keadaan-keadan saja. Miskin kaya ini hanya mahluk, jika seseorang
mengajak kepada mahluk ini syirik namanya. Tetapi ajaklah kepada Allah
dan bagaimana mentaati perintah-perintah Allah. Namun walaupun begitu
banyak ulama yang menganjurkan kita agar giat atau gigih dalam bekerja
dan sabar dalam segala keadaan. Ini karena kerja ini adalah perintah
Allah dan sabarpun perintah Allah. Sedangkan Allah tidak suka orang yang
malas, dan menggantungkan hidupnya kepada orang lain, sehingga menjadi
beban buat orang lain. Justru Allah sangat menyukai hambanya yang bisa
memberikan manfaat kepada orang lain, dan bukannya menjadikan dirinya
beban bagi orang lain.
Kisah Umar Al Faroukh RA :
Suatu ketika ada jemaah haji datang dan bertemu Umar RA di Mekkah. Lalu
Umar RA bertanya kepada mereka, “Siapa kalian ?” lalu rombongan itu
berkata, “Kami adalah orang-orang yang mutawakkilin ( orang-orang yang
bergantung hanya kepada Allah ) !” ini karena ketika haji mereka tidak
membawa bekal apa-apa. Lalu apa kata Umar RA kepada mereka : “Kalian
bukan orang-orang yang bergantung kepada Allah tetapi kalian adalah
orang-orang yang bergantung pada kantong-kantong orang islam !”
Jadi menjadikan diri kita ini beban bagi orang lain, ini juga tidak
baik. Dalam mahfum hadits justru kita ini dianjurkan untuk harus menjadi
seorang mukmin yang bermanfaat bagi orang lain atau saudaranya, bukan
yang menyusahkan orang lain dan saudaranya. Minimal kita jangan jadikan
diri kita beban bagi keluarga kita, saudara kita, anak kita, tetangga
kita, kerabat kita, teman-teman, kita bahkan ummat pada umumnya. Jangan
biarkan diri kita ini berharap kepada mahluk atau meminta kepada mahluk
selain kepada Allah. Inilah pentingnya kita gigih dalam bekerja agar
kita tidak menggantungkan harap kita dan diri kita kepada orang lain.
Seharusnya kita menjadi seorang mukmin yang dapat memberikan manfaat
kepada keluarga, tetangga, saudara, teman, dan ummat seluruh alam,
sehingga kita bisa menjadi seorang mukmin yang rahmatan lil alamin.
Namun itupun ada porsinya, jangan sampai dengan alasan mempunyai
tanggungan keluarga kita tidak mau berjuang di jalan Allah meninggalkan
anak dan istri dengan jiwa dan harta kita. Dan jangan juga dengan alasan
Fissabillillah kita melupakan hak-hak istri, anak, tetangga, pekerjaan,
karena ini semuanya mempunyai hak atas diri kita. Jadi semuanya
mempunyai keutamaan masing-masing tergantung pada keadaaannya dan ada
porsinya masing-masing. Jadi kita ini harus berjalan diatas porsinya
masing-masing dan diatas keutamaannya masing-masing. Ini karena dalam
setiap keadaan ada derajat amal atau amal yang di prioritaskan dalam
keadaan tersebut.
Seperti ada kisah dalam mahfum hadits :
Seseorang di jaman Nabi SAW kerjanya menghabiskan waktu di mesjid
sehingga istrinya mengadu kepada Nabi SAW. Lalu Nabi SAW tegur orang
itu dengan berkata, “Tidak ada orang yang lebih dekat kepada Allah
melebihi aku, dan tidak ada orang yang derajat ketaqwaannya melebihi
aku, tetapi akupun masih menunaikan hak istriku, hak tetanggaku, hak
kepada sahabatku, dan hak kepada pekerjaanku.” Maksudnya adalah Nabi ini
adalah mahluk yang paling dekat dan paling tinggi derajatnya disisi
Allah tetapi walaupun begitu Nabi SAW tidak melupakan kewajibannya
kepada istrinya, keluarganya, kerabatnya, sahabatnya, tetangga,
pekerjaannya, dan kepada ummat. Ini karena itu semua mempunyai hak atas
diri kita yang harus kita tunaikan. Jadi tidak bisa kita dengan alasan
pergi di jalan Allah secara terus menerus kita lupakan
kewajiban-kewajiban kita kepada yang lain.
Sabda Rasulullah SAW mahfum hadits :
“Sesungguhnya Nabi Allah Daud AS juga makan dari hasil kerja tangannya.”
Jadi jangan sampai diri kita ini melupakan kewajiban-kewajiban kita
yang lain dengan bersembunyi dibalik alasan menjaga Amal Khuruj
Fissabillillah. Kitapun juga harus buat usaha atas keduniaan kita agar
bisa memenuhi takaza-takaza agama. Yang tidak boleh adalah
menggantungkan keyakinan kita pada asbab-asbab keduniaan. Tetapi yang
namanya dunia ini harus kita lewati dengan siasat dan atas dasar
perintah Allah.
Contoh I :
Seorang Petani dalam
menanam di pertaniannya, apa kemampuannya, atau apa yang bisa dia
lakukan semampunya ? yaitu menggali tanah, menanamkan biji, kasih pupuk,
dan kasih air, kasih pagar, ini saja kemampuan petani. Petani mampu
tidak untuk menumbuhkan pohon, atau tumbuhan, atau padi ? Yang memberi
warna pada Apel ini supaya menjadi merah itu siapa ? yang memberi rasa
itu siapa ? apakah petani mampu memberi warna dan memberi rasa ? Tidak,
ini semua kerja Allah. Tetapi Allah ini ingin lihat batas akhir
kemampuan petani itu dimana. Ketika petani sudah bekerja sampai batas
kemampuan yang terakhir : dia gali tanah, dia tanam biji, diberinya
pupuk, dan disirami setiap hari seperlunya, kasih pagar, dan tiap hari
dia kontrol, inilah batas kemampuan terakhir petani. Ketika petani telah
memberikan pengorbanan sampai batas terakhir daripada kemampuannya,
maka apa yang petani yang tidak mampu, Allah sempurnakan. Seperti :
mendatangkan panas yang cukup, hujan yang cukup, menumbuhkan padi atau
pohon, mengeluarkan buah, memberi rasa manis, ini semua kerja Allah
menyempurnakan apa yang tidak bisa dilakukan petani tadi. Ini semua
dengan syarat petani tadi bekerja sampai batas akhir kemampuan. Begitu
juga dalam mempersiapkan asbab-asbab kedunian kita, kitapun harus
melakukan tertib-tertib usaha seperti yang dilakukan petani tersebut.
Contoh II :
Ada petani konyol dan bodoh, berkata : “Sudah Tawakkal saja, lempar
aja bijinya, terus sabar aja, gak usah diurusin perkara dunia kayak
gini, buang-buang tenaga. Katanyakan : “wamai yatakilloha yaj’alahu
makhroja. Wayarzukhu min haisu la yahtasib” artinya : “Barangsiapa yang
bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan
barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
keperluannya.”
Jadi petani konyol ini menafsirkan ayat ini,
untuk santai saja, semuanya itukan sudah ditangan Allah, sedangkan dia
tidak memaksimalkan kemampuannya. Tahu-tahu akhirnya yang tumbuh malah
ilalang, semak belukar, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apakah
petani yang macam ini mau menyalahkan Allah ? padahal dia belum lakukan
kerja apa-apa. Katanya, “Rezekikan ditangan Allah, jadi terserah Allah.
Dikasih syukur gak di kasih yah buat apa diusahakan ?” Ini bodoh
namanya. Dia tidak mengerjakan apa-apa, tetapi berharap pada Allah. Ini
seperti orang yang berdoa minta punya anak tetapi tidak mau kawin. dia
tidak mengerti maksud dari ayat ini. Dia pikir Allah ini pembantu bisa
seenak-enaknya disuruh-suruh, sementara dia santai-santai saja. Dia
mengharapkan Allah untuk mananam bibit, lalu menumbuhkannya, dan
memberikan hasil yang maksimal, tanpa dia buat usaha. Inilah yang
namanya kebodohan. Maksimalkan kemampuannya dulu baru Allah kasih hasil
yang layak dan sesuai dengan pengorbanan dan kemampuannya. Lakukan dulu
apa yang kita mampu sampai batas akhir kemampuan kita, nanti Allah akan
melengkapi apa yang kita tidak mampu.
Jadi bila seseorang sudah
bekerja atau berbuat sampai batas akhir kemampuan dia, maka nanti yang
dia tidak mampu Allah akan sempurnakan. Bahkan semakin hari kemampuannya
akan semakin ditingkatkan oleh Allah, baik dalam urusan agama dan
keduniaan. Jangan sampai kita terperosok dengan alasan mengejar akherat
kita lalu kita melupakan asbab-asbab dunia. Ini karena walau
bagaimanapun menurut ulama dunia ini adalah Darrul Asbab, tempat
mengusahakan asbab-asbab untuk ke akherat. Namun asbab bagi orang
beriman ini adalah perintah-perintah Allah, dan bekerja atau berusaha
ini adalah perintah Allah. Kita kerja agar kita ini tidak menyusahkan
oang dan tidak menjadikan diri kita beban bagi orang lain. Jadi jangan
kita mencari masalah dengan kemiskinan atau pengangguran seolah-olah
kita hendak menguji Allah, sementara Allah tidak suka kita uji. Kita
bekerja agar kita ini tidak menjadikan diri kita orang yang suka
menggantungkan harap dan diri kepada Mahluk. Tetapi kita hanya
menggantungkan diri kita pada Allah dan apa yang diperintahkan. Yakini
saja dibalik apa yang Allah perintahkan pasti tersimpan banyak kebaikan
dan pertolongan dari Allah.
Kisah Nabi Isa AS dengan Iblis :
Iblis berkata kepada Nabi Isa AS, “Wahai Isa tahukah kamu bahwa yang
menghidupkan dan yang mematikan itu adalah Allah”, Isa bilang, “Ya tahu
saya itu, dan yakin sekali.” Lalu Iblis berkata kepada Isa AS, “Sekarang
kamu naik ke gunung, nanti kalau engkau sudah sampai dipuncaknya sana,
kau lompat. Untuk membuktikan keyakinan kamu, bahwa yang menghidupkan
dan yang mematikan adalah Allah.” Sekarang coba posisikan diri kita
seperti Nabi Isa AS. Seandainya ada orang yang sok dengan alasan yakin
saja pada Allah bahwa kaya miskin ditangan Allah katanya, di tempatkan
dalam keadaan seperti Nabi Isa tadi bagaimana ? kita di tantang Iblis
masalah keyakinan seperti Nabi Isa, apa yang akan kita lakukan ? Kita
diminta Iblis untuk naik ke atas gedung lalu kita disuruh lompat, iblis
nantang, kan kita sudah yakin katanya bahwa yang menghidupkan dan yang
mematikan adalah Allah. Bagaimana ? berani atau tidak kita menjawab
tantangan iblis tadi ? apa kata iblis ini misalnya kepada kita, “Kamu
ini bicara yakin-yakin sekarang coba tantang kereta api yang lagi jalan,
kamu tunggu di rel.” Berani tidak kita ? untuk membuktikan bahwa hidup
dan mati ini ditangan Allah. Tetapi apa jawab Nabi Isa ketika ditantang
oleh Iblis seperti ini, “Wahai Iblis, yang berhak menguji itu Allah.
Bukan kamu.” Allah yang menguji hamba, atau hamba yang menguji Allah ?
Jelas disini Allahlah yang berhak menguji hambanya, bukan hambanya yang
menguji Allah. Jadi jangan kita sok untuk mencari-cari kesusahan dengan
menjadi miskin. Tetapi kita fikirnya adalah bagaimana kita ini bisa
tetap taat pada perintah Allah waktu kaya dan waktu miskin. Lalu
lakukan apa yang kita mampu agar bisa untuk taat kepada Allah.
Kiasan :
Dunia ini seperti air laut pada kapal. Agar kapal bisa sampai kepada
tujuan maka memerlukan air laut. Tetapi jangan sampai kapal ini bolong
sehingga air laut masuk kedalamnya. Maksudnya adalah jangan sampai
kebesaran dunia ini masuk kedalam hati. Walau bagaimanapun dunia ini
hanya keperluan bukan tujuan. Jika air sudah masuk ke kapal maka kapal
ini akan tenggelam dan karam. Begitu juga diri kita jika sudah masuk
kebesaran dunia dalam diri kita maka kitapun akan tenggelam karam dalam
keduniaan kita.
Jadi kita harus tetap bekerja sebagai asbab
dunia karena ini perintah Allah, dan kita harus bisa menjadi mukmin yang
bermanfaat bagi orang lain, jangan jadikan diri kita seorang mukmin
yang malas dan menggantungkan dirinya dari kantong orang lain. Betul
tujuan kita adalah akherat bukan dunia, tetapi kitapun tidak boleh
melupakan urusan keduniaan kita. Pada intinya gerakan ini tidak pernah
menganjurkan orang-orang untuk menjadi miskin. Namun dalam gerakan ini
memang ditekankan untuk hidup sederhana dan tidak mubazir. Dalam kata
lain istilah tidak mubazir ini adalah lebih mengutamakan effesiensi
harta dan waktu dalam menjalani hidup. Inilah salah satu point yang
ditekankan dalam tertib dakwah yaitu menghindari sifat boros dan
mubazir.
* § Mengapa kegiatan ini tidak menitik beratkan pada perbaikan ekonomi ?
Perbaikan Ekonomi dalam kamus agama ini adalah bukannya perbaikan dari
segi kebendaan dan status sosial, tetapi yang ada adalah Keberkahan.
Jadi yang dimaksud ekonomi dalam islam itu apa ? yaitu suatu sistem
muamalah yang didasari atas aturan atau perintah Allah yang dapat
memberikan keberkahan hidup pada seseorang. Apa itu yang namanya
keberkahan :
1. Hasil yang didapat bisa mencukupi kebutuhan dan keperluan keluarga. Sedikit tetapi cukup bagi semuanya
2. Perkara yang kecil tetapi dapat menyelesaikan masalah yang besar
Lalu ciri-ciri sistem ekonomi yang berkah itu bagaimana :
1. Didapatkan dengan cara yang Halal
2. Untuk mendapatkannya tidak membutuhkan waktu yang lama
3. Untuk mendapatkannya tidak sulit dan tidak menjadi beban pikiran
4. Untuk mendapatkannya tidak jauh jaraknya
5. Mencukupi kebutuhan yang ada
Jadi Muamalah atau hubungan dagang atau ekonomi dalam islam ini adalah
aturan atau perintah Allah yang hasilnya adalah keberkahan. Penekanan
dalam gerakan ini bukannya pada sistem ekonomi seperti dalam ilmu
ekonomi kapitalis ataupun liberal tetapi dalam ilmu amal-amal agama. Ini
karena amal agama ini dapat menghasilkan keberkahan hidup. Dengan amal
agama dapat memancing pertolongan Allah turun dalam kehidupan kita.
Memang ada mahfum hadits yang mengatakan jangan mendekati kemiskinan
karena itu lebih mendekati kepada kekufuran. Namun kita jangan jadikan
diri kita kaya sebagai tujuan karena Nabi SAW pun tidak pernah menyuruh
orang untuk jadi kaya agar bisa taat. Melihat keadaan dzohiriyah Nabi
SAW yang serba kekurangan, banyak ulama yang menafsirkan maksud dari
hadits tadi adalah miskin hati bukannya miskin harta. Miskin kaya itu
jangan dilihat dari kebendaan materi tetapi harus dilihat dari hati.
Hati yang miskin walaupun dia hidup kaya akan materi dan kebendaaan,
tetapi karena miskin hati akan selalu dalam keadaan meminta-minta dan
selalu dalam kekurangan. Hati yang kaya, walaupun dia hidup sebagai
orang miskin yang tidak punya kebendaaan, namun karena hatinya kaya maka
dia akan merasa hidupnya penuh dengan kecukupan dan jauh dari
meminta-minta. Orang yang miskin hati walaupun dia kaya maka dia akan
mempunyai sifat meminta-minta seperti orang miskin. Tetapi kalau dia
kaya di hati walaupun miskin dzohirnya maka dia tidak akan terpikir
untuk meminta-minta pada mahluk hanya kepada Allah. Dan dalam suatu
riwayat dikatakan bahwa penghuni surga terbanyak adalah daripada
golongan orang-orang miskin. Lalu dalam riwayat lain dikatakan bahwa
Allah sangat dekat dengan para orang fakir miskin, tetapi yang sabar dan
bisa menahan diri dari meminta-minta. Ini karena Allahpun tidak
menyukai orang yang suka mengemis atau meminta dari orang lain. Jadi
Kaya atau Miskin ini bukan tujuan, tetapi hanya keadaan-keadaan saja,
yang penting bagaimana ketika miskin kita bisa taat dan ketika kaya kita
bisa taat.
Dalam Dunia ini ada 2 macam asbab :
I. Al Asbab Ad dzohiroh à Asbab-asbab yang nampak :
Dari pakaian, makanan, rumah, transportasi, keluarga, jabatan, status
sosial, dan asbab-asbab materi kebendaan yang lainnya. Secara Dzohir
memang bisa memberikan kebahagiaan, tetapi tidak mutlak jaminannya.
Asbab ini bisa juga menjadi asbab datangnya kesusahan. Contoh : Manusia
membeli mobil mewah karena bisa memuaskan nafsu keinginan yang
harapannya adalah datangnya kebahagiaan. Tetapi dengan mobil yang sama
manusia bisa mendapatkan kesusahaan dan penderitaan. Seperti biaya
perawatan yang mahal artinya lebih berat lagi mencari uang untuk
menutupi biaya. Bahkan dengan mobil yang sama manusia bisa menderita
bila terjadi kecelakaan yang bahkan dapat merengut nyawanya.
II. Al Asbab Al Ghoibiyah à Asbab-asbab yang tidak nampak :
Inilah yang menjadi asbab kebahagiaan yang hakiki, yang sebenarnya,
yaitu dengan Iman dan Amal. Semua amalan agama ini datangnya dari Allah,
maka jaminan kebahagiaannya adalah mutlak kepastiannya. Dibalik
perintah-perintah Allah ini ada pertolongan Allah. Jadi inilah asbab
mutlak datangnya kebahagiaan. Walaupun dia secara dzohir tidak memiliki
apa-apa, tetapi jika dia mau beriman dan beramal maka pasti dan pasti
dia akan bahagia, dan pasti Allah akan tolong dia. Contoh : Nabi
ditawari gunung emas oleh Allah tetapi ditolak Nabi dan Nabi SAW lebih
memilih amalan sabar dan syukur. Padahal kondisi dzohiriah Nabi SAW
sangat memprihatinkan seperti 3 hari tidak makan, 2 bulan tidak mengepul
asap di dapur, dll. Ini karena beliau SAW yakin kunci kebahagiaan ini
ada dibalik amal-amal agama bukan pada kebendaan.
Al Asbab Ad
Dzohiroh sangat bergantung pada Al asbab al ghaibiyah untuk bisa
mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan. Sedangkan asbab ghaibiyah tidak
bergantung kepada asbab dzohiriyah untuk mendatangkan kebahagiaan yang
sempurna. Asbab dzohir yang sempurna terlihat dimata manusia, tanpa
asbab ghaibiyah, tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan sedikitpun.
Contohnya seperti Firaun, Qorun, Namrud LA yang memiliki kesempurnaan
asbab dzohiriyah, namun karena mereka tidak mempunyai asbab al
ghaibiyah, maka mereka sengsara dunia dan akherat. Beda dengan para
Anbiya AS dan para Sahabat RA yang secara asbab dzohiriyah mereka nampak
sangat kekurangan, tetapi mereka adalah orang-orang yang bahagia di
dunia dan di akherat, kenapa bisa ? ini karena sempurnanya asbab
ghaibiyah mereka. Nabi SAW bagi beliau sudah biasa tidak makan 3 hari
berturut-turut, tidak pernah menyimpan makanan untuk hari esok, atau 2
bulan asap tidak mengepul di dapur beliau SAW, tidur hanya beralaskan
anyaman daun kurma sehingga berbekas pada kulit dan pipi beliau SAW.
Namun walaupun begitu para ulama sepakat bahwa Nabi SAW adalah orang
yang paling bahagia di dunia dan di akherat. Ini dikarenakan Iman dan
Amalan, asbab al ghoibiyah, beliau yang sempurna.
Pernah suatu
ketika 2 utusan romawi datang untuk melihat kehidupan pimpinan umat
islam yang berhasil menaklukkan dataran Persia dan Romawi sebagai bangsa
terkuat secara asbab dzohiriyah saat itu. Ketika mereka sampai di
madinah ketika itu utusan ini yang pertama kali ditanyakan adalah
kehebatan asbab-asbab dzohiriyah yang dimiliki pemimpin orang islam
ketika itu. Seperti dimana raja kalian, dimana kerajaannya, namun orang
islam ketika itu membantah bahwa pemeimpin mereka bukanlah raja dan
tidaklah memiliki kerajaan yang dimaksudkan oleh utusan tersebut. Mereka
tidak mempunyai raja yang dilayani tetapi seorang khalifah yang
melayani ummatnya, tidak ada istana tempat resmi pejabat pemerintahan,
tetapi yang ada hanya mesjid tempat para sahabat sering berkumpul. Lalu
dihantarlah utusan tersebut menghadap khalifah Umar RA yang ketika itu
tertidur dibawah pohon hanya dengan bermodal tongkat. Umar pulas
tertidur setelah beronda keliling kampung tidak ada yang menjaganya,
tidak ada satpam, anjing, pengamanan, yang ada hanya Allah di hati Umar
RA.. Maka terkejutlah utusan tersebut melihat keadaaan umar RA seorang
penakluk bangsa yang besar dibandingkan dengan Raja mereka. Ini Umar
seorang pemimpin penakluk 2/3 dunia bajunya bertambal-tambal, tidur
tidak ada yang menjaga, beralaskan bumi beratapkan langit, tidak
mempunyai pengawal dan kerajaan, namun tidur dengan tenang dan nyenyak.
Sementara Rajanya mempunyai lemari baju yang banyak, tidur dikasur yang
empuk, dikawal ribuan tentara, tidur di istana yang megah, tetapi hidup
selalu dalam ketakutan, tidak ada ketenangan, dan tidak bisa tidur
nyenyak. Umar yang miskin dari asbab adzhohiriyah tetapi sempurna asbab
al ghaibiyahnya maka ketenangan dan kebahagian telah datang padanya.
Sedangkan si Raja yang sempurna asbab adzhohiriyah tetapi kosong dari
asbab al ghoibiyah maka yang datang kepadanya adalah ketidak tenangan
dan penderitaan. Inilah perbedaan diantara mereke berdua seorang Umar RA
dan si Raja Romawi. Umar karena sempurna asbab al ghaibiyahnya Allah
masukkan kekayaan ke dalam hatinya sehingga hatinya menjadi kaya seperti
kayanya dzohirnya seorang raja.
Tidak ada satu nabipun yang
menganjurkan kaumnya untuk kerja lembur banting tulang, membangun
pabrik, meluaskan sawah, memperbesar toko, memperbaiki perdagangan, dan
asbab dzohiriyah lainnya untuk bisa mencapai kebahagiaan. Tetapi semua
Nabi AS mengajak kaumnya hanya kepada Allah dengan jalan menyempurnakan
keyakinan dan asbab-asbab ghaibiyah untuk mencapai kebahagiaan yang
sempurna. Ini dikarenakan ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki akan
datang melalui asbab ghaibiyah bukan dengan asbab dzahiriyah. Jika asbab
ghaibiyah sempurna diamalkan maka asbab dzahiriyah akan datang, namun
ketika itu kebutuhan akan asbab dzahiriyah akan berkurang. Sebagaimana
di jaman sahabat ketika harta ghanimah datang melimpah ruah ke
pintu-pintu rumah para sahabat tetapi semuanya tidak ada yang
menyimpannya dibagi-bagikan hingga habis. Ini karena asbab ghaibiyah
sempurna diamalkan sehingga kebutuhan akan dzohiriyah berkurang.
Di jaman para Sahabat RA dalam setahun sahabat ini menghabiskan waktu 8
bulan di jalan Allah dengan perhitungan 2 kali taskil, ajakan,
menyambut takaza agama. Mereka 4 bulan taskil, lalu pulang dan di taskil
lagi 4 bulan di jalan Allah menurut perhitungan di jaman Umar RA.
Sisanya hanya 4 bulan saja tinggal di kampungnya. Sedangkan 4 bulan ini,
setengah dari pada waktunya untuk mesjid dan setengahnya lagi untuk
keduniaan mereka. Jadi jika 24 jam itu adalah 50%-50% waktunya
perhitungannya adalah 12 jam untuk mesjid dan 12 jam untuk dunia. Jadi
perhitungannya bagi mereka adalah 2 bulan untuk mesjid, dan 2 bulan lagi
untuk keduniaan. Apa itu 2 bulan untuk keduniaan ? itu adalah 1 bulan
di rumah bersama keluarga dan 1 bulan ( 24 jam x 30 hari = lamanya waktu
sahabat RA di sawah / di pasar ) lagi untuk buat kerja yang mampu
memenuhi keperluan untuk 1 tahun. Allah telah ringkaskan buat sahabat
kerja untuk 1 tahun dapat dilakukan dalam 1 bulan saja. Ini karena apa ?
ini adalah berkat amalan agama yang mereka dahulukan sehingga kehidupan
sahabat ini penuh dengan keberkahan. Hari ini ummat kerja satu tahun
tidak cukup untuk satu bulan, justru sebaliknya hari ini, tidak seperti
di jaman sahabat RA. Di Mekkah tidak ada sawah, pengairan kurang, pohon
tidak banya tetapi Mekkah ini diberkahi oleh buah-buahan kurma yang
banyak, sumber air yang tidak habis, makanan yang melimpah ruah.
Sedangkan banyak negara yang subur tanahnya, tetapi penduduknya
kelaparan dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Inilah maslahnya hari
ini. Lalu bagaimana cara mengembalikan keberkahan ini tidak lain hanya
dengan pertolongan Allah. Caranya bagaimana mendatangkan pertolongan
Allah ini yaitu dengan menyibukkan diri kita dengan perintah-perintah
Allah dan amal-amal agama.
Lagi pula hari ini
organisasi-organisasi yang menitik beratkan pada sektor ekonomi ini
sudah banyak. Sementara yang kita cari dari kerja ini adalah keikhlasan
dan istikhlas. Jadi bekerja membantu agama Allah hanya semata-mata
mengharapkan ridho Allah ini namanya ikhlas, sedangkan istikhlas yaitu
kita tingkatkan kerja kita dan qualitas amal kita demi mendapatkan ridho
Allah. Kekhawatiran orang tua kita dalam kerja dakwah ini adalah jika
kerja ini dicampur adukkan dengan kerja atas kebendaan atau ekonomi,
maka akan datang 4 perkara yang ditakuti dan di khawatirkan :
1. Kesibukan mengurus harta sehingga lalai dari amal agama.
2. Asbab perpecahan ummat di dalam kerja ini sehingga terjadi tarik menarik kepentingan
3. Mengeraskan hati ( asbab datangnya akhlaq yang buruk : sombong, ghibbah, ujub, dll )
4. Pintu-pintu kemaksiatan akan terbuka karena mudah didapat asbab masuknya harta.
Jadi untuk masalah peningkatan kebendaan itu akan dibalikkan kepada
kepentingan masing-masing, namun tidak di anjurkan dilakukan di dalam
kerja ini. Di luar kerja ini mereka bisa meningkatkan kesejahteraan
ekonomi mereka menurut keperluan dan kebutuhan masing-masing.
* § Mengapa Politik tidak di anjurkan dalam kerja dakwah ini ?
Hari ini kecenderungan orang yang terlibat dalam politik sangat sarat dari pelanggaran nilai-nilai agama :
1. Politik hari ini sarat dengan hujat menghujat saudaranya seiman dan seislam
2. Politik hari ini tujuannya mengajak orang kepada perbaikan kebendaan
3. Politik hari ini membawa ummat kepada perpecahan
4. Politik hari ini mengajak manusia kepada figur dan partai bukan kepada Allah
5. Politik hari ini berlawanan dengan kerja amar ma’ruf nahi mungkar
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda mahfumnya :
“Apabila umatku sudah mengagungkan dunia (maksudnya : mendahulukan
dunia dibanding perintah Allah), maka tercabutlah dari mereka dari
kehebatan islam. Apabila umatku meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
(Dakwah), maka diharamkan bagi mereka keberkahan wahyu (Kefahaman
Agama). Dan apabila umatku sudah saling caci mencaci (hujat menghujat)
satu sama lain, maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah Ta’ala.” (HR
Hakim dan Tirmidzi)
Bila kita jadikan hadits ini sebagai acuan,
maka sulit bagi kerja dakwah ini untuk melibatkan diri dalam Politik.
Bahkan sudah banyak ditemukan di daerah-daerah asbab perang politik,
mesjid mesjid menjadi korbannya. Mesjid jadi sepi dari jemaah karena
mesjid telah dijadikan ajang tempat permusuhan. Jadi dalam kerja dakwah
ini kita ajak orang kepada Allah bukan kepada figur, kepada organisasi,
kepada partai, kepada harta benda, tetapi hanya kepada Allah. Sehingga
asbab usaha ini orang yang tadinya terpecah karena perang politik dapat
bersatu karena memperjuangkan agama Allah. Jadi jangan kita mengajak
orang kepada selain Allah, ini karena segala sesuatu selain Allah ini
adalah dunia atau mahluk termasuk itu figur, partai, kepentingan
golongan, dan lain-lain. Hari ini orang saling ajak mengajak kepada
golongannya, ini malah akan memecah belah islam. Seperti partai-partai,
firqoh-firqoh atau aliran-aliran yang ada, mereka mengajak orang kepada
golongannya masing-masing. Apa yang mereka lakukan adalah membenarkan
firqoh mereka dan menyalahkan yang lain sehingga terpecah belah
semuanya. Jika ummat sudah terpecah belah maka pertolongan Allah tidak
akan turun, dan jika umat sudah saling menghujat maka jatuhlah mereka
dari pandangan Allah. Pada hakekatnya, yang benar itu hanya Rasullullah
SAW dan sahabatnya saja, itulah yang seharusnya jadi acuan kita, bukan
alirannya. Kalau ditanya siapa yang paling benar, jawab saja yang paling
benar itu adalah Nabi SAW dan sahabat RA, cukup itu saja. Kita ikuti
saja Nabi SAW dan para Sahabat RA, yaitu mereka yang sudah jelas-jelas
ada jaminannya dari Allah. Bukan aliran kita, atau aliran saya, atau
guru saya, atau pendapat saya yang bener, tetapi yang benar itu hanya
Nabi SAW dan para sahabatnya. Jadi bagaimana semua aliran yang ada
sama-sama bahu membahu bersatu bersama memikul tanggung jawab dakwah
ini. Jangan sampai perbedaan yang ada malah membuahkan perpecahan antar
umat dan terhalangnya umat dari tanggung jawab meneruskan risalat
kenabian. Tetapi seharusnya kita jadikan perbedaan ini sebagai rahmat
dan wacana keilmuan untuk dipelajari.
Kisah Ulama :
Pernah dalam suatu riwayat tentang 2 pimpinan Islam terbesar di
Indonesia yaitu Buya Hamka dari Muhammadiyah dan KH. Idham Khalid dari
Nahdlatul Ulama pergi Haji bersama. Ketika sholat subuh hari pertama
maka KH Idham Khalid memimpin sholat subuh berjamaah sebagai Imam.
Ketika itu KH Idham Khalid menyadari dibelakangnya ada Buya Hamka dari
Muhammadiyah yang menganut faham sholat subuh tanpa Qunut. Walaupun KH
Idham Khalid adalah dari NU yang menganut Qunut ketika subuh, tetapi
ketika itu malah melakukan sholat subuh tanpa Qunut seperti
Muhammadiyah. Hari esoknya, ketika Buya Hamka menjadi Imam Subuh, beliau
menyadari dibelakangnya ada KH Idham Khalid dari NU yang memakai Qunut
ketika subuh, maka ketika itu beliau memilih melakukan Subuh tidak
seperti biasanya, bukan ala muhammadiyah tetapi ala NU yaitu dengan
menggunakan Qunut. Inilah toleransi dan akhlaq yang baik yang
dicontohkan oleh 2 ulama besar dalam menghadapi perbedaan. Bukannya kita
malah saling menyalahkan atau saling menghujat dengan keyakinan, “saya
yang paling benar”. Kebenaran itu pada hakekatnya hanya Allah yang tau,
dan siapa yang paling benar yaitu Nabi SAW dan para sahabatnya RA.
Selama dia mengakui Allah dan Rasulnya maka mereka saudara kita. Jangan
kita pernah merasa menjadi yang paling baik dan paling benar karena ini
sifatnya setan. Posisikan diri kita sebagai orang yang ingin menambah
ilmunya, dengan demikian kita akan siap menerima perbedaan. Inilah
maksud dari hadits Nabi SAW bahwa perbedaan diantara umatku ini adalah
Rahmat. Sedangkan yang bukan rahmat dan mendatangkan Laknat adalah jika
perbedaan menjadi perpecahan dan permusuhan.
Namun usaha dakwah
ini bukannya mengharamkan kerja politik, hanya saja orang tua kita
tidak menginginkan kerja ini dipolitisir untuk kepentingan golongan.
Yang seharusnya kerja ini menjadi pemersatu ummat asbab dunia politik
menjadi pemecah belah ummat. Asbab kerja ini sudah banyak orang dari
berbagai macam firqoh yang ada tetapi mereka bisa bersatu dan saling
bahu membahu dalam kerja ini tanpa harus mengedepankan kepentingan
masing-masing. Ini karena dalam usaha ini yang ada kepentingan Agama dan
Ummat.
* § Bagaimana cara menuntaskan kemiskinan dan masalah negara, jika tidak ada perbaikan ekonomi ?
Allah berfirman :
“…Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan nasib suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”
(13:11)
Maksudnya adalah Allah Ta’ala baru mau membantu suatu
kaum untuk berubah dari keadaan buruk menjadi keadaan baik setelah kaum
itu mau berusaha untuk merubah kehidupannya sendiri. Allah akan
mendatangkan perbaikan pada suatu kaum jika kaum itu mau buat usaha
perbaikan. Apa yang harus diperbaiki pertama kali yaitu kondisi
agamanya, karena baik atau buruknya manusia tergantung pada kondisi
agama yang ada diri mereka. Sedangkan Agama ini adalah solusi yang
Allah berikan untuk menyelesaikan seluruh masalah manusia sampai hari
kiamat.
Hari ini orang sibuk menilai kerja ini untuk akherat
saja dan melupakan masalah-masalah Riil, yang nyata, yang ada di dunia
ini dan bagaimana mengatasinya. Ini adalah pendapat yang keliru. Kita
sebagai hamba Allah memang diperintahkan untuk menyelesaikan masalah
dengan asbab dan do’a. Nabi SAW mengajarkan kita untuk dapat
menyelesaikan masalah ini dengan memohon pertolongan Allah. Dengan
demikian keyakinan kita dapat terjaga dari syirik. Ini karena rasa mampu
atau berkuasa menyelesaikan masalah dengan mengandalkan diri atau yang
lain selain dari Allah, merupakan syirik kecil. Dalam menyelesaikan
masalah yang ada ini tentu diperlukan asbab-asbab atau cara-cara untuk
menyelesaikan masalah. Namun asbab orang beriman dalam menyelesaikan
masalah ini adalah amal-amal agama atau perintah Allah. Jadi yang perlu
kita cari tahu adalah apa perintah Allah ketika dalam keadaan susah.
Allah berfirman :
“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu….”
Sahabat dahulu karena tingkat keimanan mereka sudah benar, sehingga
mampu menyelsaikan seluruh masalah mereka sehari-hari hanya dengan
sholat 2 rakaat saja. Jadi sholat 2 rakaat sahabat ini mampu
mendatangkan pertolongan Allah dalam kehidupan mereka. Sahabat dengan
sholat 2 rakaat mampu :
1. Mengeluarkan air dari tanah
2. mendatangkan hujan hanya pada kebunnya
3. membawa 10.000 tentara berjalan diatas air tanpa air menyentuh telapak kaki kudanya
4. menghidupkan keledai yang mati
5. Menyelesaikan masalah kelaparan
6. Dan lain-lain
Namun karena Iman kita belum sampai kepada taraf mereka, maka saat kita
masih saja menggantungkan diri kita pada cara-cara sendiri dengan
ide-ide sendiri. Sahabat keyakinannya sudah sampai pada tahapan bahwa
setiap masalah cara menyelesaikannya hanya ada dengan mencari
pertolongan Allah. Berikut ini adalah bagaimana Abu Bakar RA
menyelesaikan masalah ummat di jamannya.
Kisah Abu Bakar RA :
Setelah wafatnya Nabi SAW terjadi kekacauan di dalam ummat islam diantaranya :
1. Orang murtad dimana-mana
2. Orang islam tidak mau membayar zakat ( ekonomi mandeg )
3. Nabi-nabi palsu bermunculan
4. Musuh Islam di luar madinah sudah siap menyerang ummat islam.
Lalu ketika Abu Bakar RA dilantik menjadi khalifah, bagaimana cara Abu
Bakar RA menyelesaikan masalah ini. Keputusan pertama yang dibuat Abu
Bakar RA setelah dilantik menjadi khalifah adalah segara kirimkan
rombongan yang tertunda pergi di jalan Allah. Lalu Taskil orang beriman
yang laki-laki untuk keluar di jalan Allah semuanya. Para sahabat
bingung dengan keputusan Abu Bakar RA. Mereka memikirkan jika semua
laki-laki keluar dijalan Allah, maka siapa yang akan menjaga madinah
dari musuh, siapa yang akan menjaga ummul mukminin dan keluarga Nabi
SAW. Maka Abu Bakar RA dengan suara lantang berkata, “Kalian tetap
keluar di jalan Allah, nanti Allah yang akan menjaga semuanya. Yang
kalian fikirkan adalah orang-orang islam, tetapi yang harus dirisaukan
adalah islamnya, bukan orang-orang islam”. Inilah perbedaan fikir yang
mencolok antara satu orang sahabat ini melawan fikir sahabat-sahabat
yang lain. Disini ada perbedaan pendapat diantara sahabat yang dapat
menjadi pelajaran bagi kita semuanya.
Dimana Abu Bakar RA
dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan menolong mereka. Jika kita
keluar di jalan Allah untuk melaksanakan perintah Allah, maka pasti
Allah akan tolong kita. Ketika itu kira-kira 1 minggu, 7 hari saja,
sahabat-sahabat di kota Madinah semuanya buntu, tidak mempunyai jalan
keluar atau solusi. Orang-orang di madinah hanya memikirkan bagaimana
nasib orang-orang islam dan siapa yang akan menggantikan Nabi SAW, ini
saja kesibukan sahabat selama seminggu. Asbab kefakuman sahabat ini
tidak keluar di jalan Allah, sehingga menyebabkan 100.000 orang islam
menjadi murtad. Satu minggu saja sahabat ini vakum dari dakwah, dari
keluar di jalan Allah, walaupun di jaman itu hidup ulama-ulama besar dan
sahabat-sahabat yang besar dan kuat, 100.000 orang murtad dari islam.
Lalu Nabi palsu bermunculan, dan tentara Rome sudah sampai di perbatasan
siap masuk ke madinah untuk menghancurkan ummat islam. Jadi keputusan
Abu Bakar ini untuk mengeluarkan seluruh laki-laki ke luar madinah di
jalan Allah ini sungguh tidak masuk diakal bagi sahabat yang lainnya.
Apalagi ketika itu hewan-hewan buas bisa masuk kapan saja memangsa
wanita dan anak-anak di Madinah, jika semua laki-lakinya keluar dari
Madinah. Secara logika laki-laki yang ada seharusnya dibagi menjadi dua
yaitu yang menjaga dalam kota dan yang menjaga diluar kota atau yang
pergi di jalan Allah. Tetapi disini Abu Bakar RA justru menyuruh
laki-lakinya untuk semuanya keluar pergi di jalan Allah.
Abu Bakar RA menyelesaikan masalah dengan menggunakan 2 prinsip :
1. Prinsip Taqwa :
“Saya tidak rela agama berkurang di jaman kekhalifahan saya ini
walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat di leher hewan qurban.”
à Takwa ini maksudnya adalah Sempurna Amal. Jadi atas dasar
prinsip ini, Abu Bakar RA tidak rela dijamannya agama ini berkurang
sedikitpun walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat leher hewan
korban. Fikirnya Abu Bakar RA ini adalah bagaimana agama dapat sempurna
diamalkan oleh umat islam ketika itu. Inilah prinsip yang digunakan
untuk menghadapi orang-orang islam yang tidak mau membayar zakat. Jadi
mereka diancam akan diberantas jika mereka tidak mau membayar zakat.
1. Prinsip Tawakkul :
“Keluarkan semua laki-laki untuk pergi di jalan Allah. Nanti biar Allah
yang menjaga Ummul mukminin, keluarga nabi dan wanita-wanita di
madinah.”
à Abu Bakar RA lebih rela melihat keluarga
Nabi dalam bahaya, dibanding harus melihat agama dalam bahaya. Jadi
bagi Abu Bakar RA, derajat Agama ini lebih utama dibanding keluarga Nabi
SAW dan ummat islam itu sendiri. Agama lebih penting untuk diselamatkan
dibandingkan ummat itu sendiri. Abu Bakar RA, mengirimkan semua
laki-laki keluar dijalan Allah dan berserah diri kepada Allah atas
keadaan di Madinah inilah Tawakkalnya Abu Bakar RA. Prinsip ini yang
digunakan untuk menghadapi orang murtad, nabi palsu, dan musuh islam
yang mau menyerang madinah dari luar.
Disinilah terdapat 2
perbedaan pemikiran dan menyangkut kepada masalah keimanan. Dimana Abu
Bakar RA yakin jika semua pergi di jalan Allah mendakwahkan agama Allah,
maka nanti Allah akan selesaikan semua masalah : orang murtad, nabi
palsu, yang tidak mau bayar zakat, dan pasukan romawi yang sudah siap
menyerang. Hanya dalam waktu tempo 3 hari saja setelah semua pergi di
jalan Allah akhirnya masalah terselesaikan : Madinah tetap aman, 100.000
orang murtad masuk islam lagi, orang membayar zakat lagi, Nabi palsu
dapat ditumpas, dan Pasukan romawi mundur. Kenapa pasukan Romawi mundur ?
mereka mengira karena melihat sangking banyaknya laki-laki yang pergi
dakwah di jalan Allah meninggalkan kota madinah, kesimpulannya pasti
laki-laki yang tinggal di dalam Madinah lebih banyak lagi. Jadi siapa
yang menyelesaikan masalah ? Allah.
Dalilnya adalah dalam Al Qur’an Allah berfirman mahfum :
“Barangsiapa menolong agama Allah, maka Allah akan tolong dia….”
Maksud dari ayat tersebut menurut ulama bukannya Allah mencari atau
membutuhkan pertolongan kita. Ini namanya kesalah fahaman. Allah ini
Maha Kuasa dan kekuasaannya tanpa batas. Jika Allah sudah menjaga atau
melindungi seseorang, siapa yang mampu mencelakakannya ? begitu pula
jika Allah sudah berkehendak mencelakakan seseorang, siapa yang mampu
untuk melindungi ? Apa yang Allah mau, Allah SWT tinggal berkehendak
saja maka terjadilah apa yang Allah kehendaki. Seluruh mahluk tidak akan
dapat menolak atau menghalangi daripada apa yang Allah kehendaki
walaupun mereka semua bersatu untuk melawan Allah. Seluruh mahluk ini
bergantung pada Allah karena segala sesuatu ini bergerak asbab adanya
iradah, keinginan, daripada Allah Ta’ala. Bagaimana kita mampu menolong
Allah sedangkan kita tidak mampu menolong diri sendiri walaupun itu
hanya untuk mengedipkan mata saja, inipun harus dengan pertolonngan dan
izin dari Allah Ta’ala. Manusia tidak akan bisa mengangkat atau
mengedipkan matanya tanpa pertolongan dari Allah. Jadi maksud ayat ini
adalah Allah menawarkan kita untuk menolong agamanya, ini untuk
memuliakan kita. Kalau kita tidak ditolong oleh Allah, maka kita ini
tidak akan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang ada walaupun itu
hanya masalah kecil. Hanya dengan pertolongan Allah saja kita dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang ada, mendapatkan kemenangan,
kejayaaan, dan kesuksesan dunia dan akherat. Jadi usaha kita ini yang
harus kita fikirkan adalah bagaimana pertolongan Allah dapat datang
kepada kita. Caranya adalah dengan menolong agama Allah.
Hari
ini kita tidak sadar, bahwa umat dari segi qualitas dan quantitas
kebendaan jauh lebih baik daripada kehidupan para sahabat. Dari segi
makanan, pakaian, rumah, transportasi, semuanya umat islam kini jauh
lebih baik dibandingkan dengan apa yang dimiliki oleh sahabat RA. Tetapi
kenapa sahabat dahulu dimuliakan dan sementara kita dihinakan ?
Pertolongan Allah turun bercurah-curah dijaman sahabat, sementara kita
jauh dari pertolongan Allah. Ini karena yang rusak dari kehidupan kita
adalah kondisi agama kita saat ini. Padahal agamanya sama, tetapi
pengamalannya yang berbeda antara kita dan sahabat. Para sahabat dari
kebendaaan : pakaian, makanan, rumah, dan transportasi tidak begitu
bagus, bahkan terbelakang, tetapi agama sempurna dijalankan dalam
kehidupan mereka. Inilah yang menyebabkan mereka mulia. Agama wujud 100%
di rumah-rumah sahabat dan dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga
Allah ridho pada mereka.
Di dalam sebuah Bayan / Ceramah di Markas Dakwah Malaysia, si Mubayin ini bilang :
“Kalau umat islam ini berhadapan dengan syetan atau dengan kekufuran
daripada orang-orang kafir, hanya dengan kekuatan seperti mereka (
tawajjuh pada teknologi atau asbab-asbab seperti yang dimiliki orang
kafir ), umat islam tidak akan pernah menang dan selalu kalah. Contoh :
Nabi Adam itu Islam dan Siti Hawa juga Islam, tetapi ketika berhadapan
dengan iblis atau syetan, mereka kalah, sehingga di keluarkan dari
syurga dikirim ke dunia ini. Nabi Ibrahim AS, berlawanan dengan Namrud,
dia dilemparkan kedalam api, juga tidak mampu berbuat apa-apa. Jika kita
hanya selalu mengandalkan kekuatan-kekuatan seperti mereka, maka yang
akan datang hanyalah kekalahan. Menangnya umat islam, orang-orang
beriman ini, hanya dengan pertolongan daripada Allah Ta’ala.”
Jadi untuk dapat menyelesaikan masalah ummat termasuk masalah utang
negara dan masalah lain sebagainya hanya bisa diselesaikan hanya dengan
mengharapkan bantuan Allah. Tidak bisa kita menyelesaikan masalah hanya
dengan bantuan daripada materi saja. Seperti negara yang dilanda masalah
dan berbagai macam krisis, coba-coba menyelesaikan masalah yang ada
dengan mengutang kesana kemari. Problem yang diselesaikan dengan cara
ini tidak akan habis. Mungkin bukan saja masalah tidak akan selesai,
tetapi akan menambah masalah. Walaupun di nagara tersebut di hujani
dengan emas, umat islam ini tidak akan selesai masalah yang mereka
hadapi. Ini selama umat islam ini tidak memperbaiki daripada amalnya.
Hanya dengan usaha kenabian umat islam akan terangkat derajatnya, akan
ditolong dan diselamatkan oleh Allah Ta’ala. Jadi usaha nubuwah ini
bukanlah usaha yang kecil. Inilah kita sebabnya diminta supaya mau
berkorban untuk usaha nubuwah ini. Kalau kita mau korban terjun dan
terlibat dalam usaha ini, maka yang pertama-tama Allah akan perbaiki
adalah diri kita sendiri. Sedangkan janji Allah ini adalah pasti.
Kata ulama dalam Al Qur’an Allah berfirman mahfum :
“Barangsiapa yang berjuang di jalan kami pasti kami tunjukkan jalan kami…”
Kata ulama “Pasti” disini dalam sastra arab, maknanya yang terkandung
dalam ayat tersebut mempunyai kekuatan janji Allah sebanyak 12 kali
yaitu pasti ( 12 kali ) akan diberikan Allah Petunjuk. Petunjuk apa
yaitu petunjuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Jadi untuk
menyelesaikan masalah itu mudah saja, tidak usah banyak teori, cukup
dalam sunnah saja, kehidupan sahabat sudah dapat menyelesaikan masalah
semuanya. Caranya yaitu ummat islam kembali pada kerja dakwah ini dan
pergi di jalan Allah, secara berganti-ganti atau bergiliran. Nanti Allah
Ta’ala akan selesaikan semua masalah. Ummat islam dan amal islam akan
menjadi kuat. Selama Ummat Islam dalam keadaan bergerak, maka Allah akan
selesaikan semua masalah. Allah akan tolong ummat ini dan Allah akan
ciutkan hati orang kafir terhadap ummat islam.
Allah berfirman :
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman diantara kamu dan
yang mengerjakan amal-amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana mereka telah menjadikan
orang-orang sebelum kamu berkuasa, dan sungguh dia akan menguhkan bagi
mereka Agama yang telah di RidhoiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar
akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan
menjadi aman sentausa… ” ( 24 : 55 )
Ini adalah janji dari
Allah dan resep untuk menyelesaikan masalah-masalah yang collossal yang
sulit bagi manusia menyelesaikannya. Seperti yang terjadi di Jaman Nabi
Musa AS bagaimana Allah menyelesaikan masalah ummat :
Kisah Nabi Musa AS dan Ummatnya :
Seperti kisah Nabi Musa AS dengan Bani Israil sewaktu mereka tersesat
di lembah yang kering kerontang, tidak ada tempat atau bangunan untuk
bernaung, tidak ada makanan untuk dimakan, tidak ada air untuk diminum.
Mereka 40 tahun tersesat di lembah itu, tidak ada jalan keluar. Allah
beri pertolongan kepada Nabi Musa dan Bani Isaril karena perjalanan
mereka dalam rangka menolong agama Allah. Bagaimana Allah menolong
mereka ? yaitu Allah perintahkan awan untuk menaungi mereka dari
sengatan sinar matahari. Selama 40 tahun awan Allah kirim untuk menaungi
Bani Israil, sehingga mereka terselamat dari sengatan Matahari.
Walaupun mereka tidak punya rumah, tidak punya tempat bernaung, tetapi
karena mereka sibuk memperjuangkan agama Allah, maka Allah selesaikan
masalah mereka. Lalu bagaimana dengan makanan, di Al Qur’an diceritakan
bagaimana Allah menyelesaikan masalah ini, yaitu Allah turunkan daripada
langit makanan dari surga, Manna dan Salwa. Bani Israil di supply Allah
selama 40 tahun makanan turun dari langit, tanpa kerja, tidak ada
pabrik, tidak ada pertanian, tidak ada apa-apa. Makanan di supply oleh
Allah dari langit selama 40 tahun, bukan 1 atau 2 hari tetapi 40 tahun,
untuk bani israil tanpa mereka harus mengerjakan apa-apa, karena mereka
sibuk memperjuangkan agama Allah Ta’ala. Lalu bagaimana Allah
menyelesaikan masalah krisis air, kekurangan air minum, yaitu dengan
memerintahkan Musa AS untuk memukulkan tongkatnya kepada batu yang
kering. Sehingga dari batu yang kering ini terpancarlah 12 mata air
keluar dari batu tersebut selama 40 tahun tidak berhenti mengeluarkan
air. Selama 40 tahun Bani Israil tidak pernah kekurangan air. Lalu
datanglah krisis pakaian, kekurangan pakaian dan tidak adanya bahan
untuk membuat kain. Ini karena pakaian hanya layak pakai untuk beberapa
tahun saja setelah itu rusak. Bagaimana Allah selesaikan masalah ini
yaitu Allah buat baju yang mereka kenakan awet, tidak rusak-rusak selama
40 tahun. Lalu bagaimana dengan bayi-bayi yang baru lahir, disini Allah
buat semua bayi yang lahir dari perut seorang ibu Bani Israil sudah
terlahir dengan mengenakan pakaian ketika keluar dari perut ibunya. Lalu
bagaimana ketika bayi itu beranjak besar, maka dengan kuasa Allah
seiring dengan pertumbuhan badan bayi maka bajupun membesar mengikuti
pertumbuhan bayi tadi. Semua kebutuhan pokok mereka selama 40 tahun
terpenuhi sehingga mereka hidup dalam keteduhan, makanan yang cukup, air
yang tidak pernah kering, dan baju yang awet. Kata ulama ini semua
sengaja Allah ceritakan kepada kita untuk diambil sebagai pelajaran,
agar kita jangan takut dengan masalah-masalah kecil seperti ini. Allah
akan selesaikan masalahnya, tidak ada asbabpun Allah mampu selesaikan
masalah manusia. Allah mampu menyelesaikan masalah manusia tanpa asbab
sebagaimana masalah Bani Israil dapat Allah selesaikan tanpa asbab. Di
lembah kering tidak ada apa-apapun Allah mampu selesaikan masalah Bani
Israil, tanpa asbab lagi, apalagi hanya masalah-masalah yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia saat ini.
Tidak ada masalah yang besar
disisi Allah, semua masalah kecil bagi Allah, tidak ada yang tidak
mungkin bagi Allah. Semua masalah yang tidak mungkin bagi manusia,
semuanya mungkin-mungkin aja bagi Allah. Semua masalah besar bagi
manusia jika ada pertolongan Allah kecil jadinya. Semua masalah kecil
bagi manusia tanpa bantuan dan pertolongan Allah maka masalah itu bisa
menjadi masalah besar bagi manusia. Dari sebuah lembah yang kering
kerontang Allah sanggup penuhi kebutuhan hamba-hambanya dari sandang
(pakaian), pangan (makan-minum), dan papan (tempat bernaung) untuk
mereka. Apalagi di negeri indonesia ini yang kononnya kaya raya akan
sumber daya alamnya. Namun karena kita tinggalkan daripada usaha agama
ini, maka di negeri yang subur makmurpun dan kaya akan sumber daya
alamnya ini, kita justru susah di negeri ini. Inilah yang kita lihat
daripada kenyataan. Ini karena keberkahan ditarik oleh Allah SWT,
daripada negeri yang nampak makmur dan kaya ini, asbab kita tinggalkan
daripada usaha agama ini. Jika kita mau kembali menghidupkan usaha agama
ini, maka perkara-perkara lain akan diperbaiki oleh Allah Ta’ala. Semua
urusan dari ekonomi, pertanian, cuaca, musibah-musibah, akan diperbaiki
oleh Allah Ta’ala. Cukup dengan kerja ini maka Allah mampu selesaikan
segala masalah kita.
Jadi jalan paling baik menyelesaikan masalah ummat ini adalah dengan cara seperti yang digunakan oleh Abu Bakar RA :
1. Iman dan Amal Sholeh yang sempurna
à Prinsip Ketaqwaan
2. Menolong agama Allah, Fissabillillah
à Prinsip Ketawakkalan
Namun selain dari pada itu perlu juga kita lihat resep dari Nabi SAW agar tegakknya suatu negara dengan baik ini ada 4 pilar :
1. Dengan Ilmunya para Alim Ulama dan Cendikiawan
2. Dengan Kedermawanan orang-orang kayanya
3. Dengan Do’anya para orang-orang Fakir
4. Dengan Keadilannya para penguasa
Jadi 4 alat atau pilar inipun juga harus kita usahakan, agar terbentuk negara yang aman dan sejahtera. Ini karena :
1. Ilmunya ulama dan cendikiawan ini dapat memberikan solusi pada ummat
2. Kedermawanan orang kaya ini dapat membantu roda ekonomi dan merapatkan gap antar yang kaya dan yang miskin
3. Doa para fakir miskin ini bisa mendatangkan pertolongan Allah karena Allah sangat dekat dengan para Fakir Miskin
4. Keadilan dan Hukum penguasa ini dapat membuat rakyat merasa aman dan tentram
Namun ada dalam suatu riwayat mahfum : Allah akan datangkan kepada
suatu kaum atau bangsa yang sudah melampaui batas ini nanti seorang
pemimpin yang dzalim, yang tidak sayang pada yang tua, dan tidak
mempedulikan yang muda. Jadi untuk melihat kondisi suatu bangsa atau
kaum lihat saja pemimpinnya karena pemimpin itu adalah refleksi dari
kehidupan kaumnya atau bangsanya. Agar datang pemimpin yang baik dari
ummat, maka kita harus buat kerja atau usaha atas ummat agar menjadi
lebih baik lagi. Namun bagaimana cara memperbaiki keadaan ummat yang
sudah rusak ini ?
Imam Malik Rah. A berkata :
“Tidak
ada cara lain untuk memperbaiki ummat saat ini selain menggunakan cara
Nabi SAW ketika memperbaiki Ummat pada kurun Awal.”
Apa itu cara Nabi SAW, Allah berfirman :
“Katakanlah (hai Muhammad SAW) : ini adalah jalanku, Aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (manusia) kepada Allah dengan
Hujjah yang nyata…” (12:108)
Jadi hanya dengan dakwah ummat
akan terperbaiki karena dakwah ini adalah sarana atau alat untuk
mempromosikan atau menyebar luaskan agama. Sudah tertulis dalam sejarah
setiap ummat terdahulu setelah tidak ada lagi kerja dakwah dari
nabi-nabi mereka maka kecenderungan mereka akan menjadi kafir melalui
tahapan :
1. Tahap Pertama manusia akan meninggalkan amal ibadah
2. Tahap Kedua manusia akan mengerjakan maksiat atau perbuatan mungkar
3. Tahap Ketiga manusia akan meninggalkan agama menjadi kafir atau
murtad karena sudah tidak ada lagi keyakinan pada agama bahwa agama
dapat menyelesaikan masalah.
Tanpa Dakwah maka agama lambat
laun akan pudar hingga tidak ada lagi orang yang mengamalkannya. Bahkan
ketika ada yang mengamalkannya akan nampak aneh, bahkan yang
mengamalkannya akan dicap seperti orang gila. Jika tidak ada dakwah maka
tidak ada orang yang saling ingat mengingati karena Allah. Padahal di
dalam Al Qur’an dibilang bahwa peringatan itu baik buat orang beriman.
Tanpa Dakwah, agama ini seperti barang bagus tetapi tidak laku atau
tidak ada yang mau membeli. Ini karena tidak ada yang mempromosikannya
sehingga tidak ada yang mau membeli. Dakwah ini adalah sarana untuk
mempromosikan manfaat-manfaat agama dan menjelaskan kerugian yang
terjadi bila kita meninggalkannya. Jadi Dakwah ini adalah tulang
punggung agama. Tanpa Dakwah yang Haq maka Dakwah yang Bathil akan
masuk. Jika Dakwah yang bathil sudah masuk seperti promosi minuman
keras, perjudian, prostitusi, pakaian-pakaian yang vulgar, dan
lain-lain, maka keimanan orang akan menurun. Jika Iman sudah menurun
maka Amal Ibadah akan berkurang, akhlaq manusia akan menjadi buruk,
muamalah dan muasyaroh manusia akan rusak. Ketika itu maka do’a tidak
akan didengar dan pertolongan Allah tidak akan datang, yang ada hanya
kerusakan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Ketika itu semua masalah
akan berdatangan. Namun dengan Dakwah maka keimanan akan datang, agama
akan tersebar, amal agama akan meningkat, akhlaq manusia akan bagus,
perdagangan dan hubungan antar manusia akan baik, dan pertolongan Allah
akan datang kepada ummat ini.
* § Apa pandangan jemaah Tabligh mengenai Terorisme ?
Ketika seseorang mengucapkan syahadat maka ia menyadari bahwa dirinya
sudah berjanji di hadapan Allah, bahwa dia akan sungguh-sungguh
menjalankan agama ini. Perintah yang paling berat di kota mekah bagi
sahabat adalah agar mereka dapat menahan diri mereka dari mengangkat
pedang karena ini perintah Nabi SAW. Sama seperti preman yang di hina
atau kyainya di hina oleh orang lalu kyai tersebut nyuruh preman itu
sabar. Menurut kamu beratan mana bagi itu preman menahan tangannya atau
menghujamkan tangannya ke orang itu. Begitulah sahabat yang mereka
diperintahkan harus menahan pedangnya.
Ulama katakan :
“Seseorang tidak akan mampu mengangkat pedang di jalan Allah sebelum ia
mampu menahan diri dari mengangkat pedang karena Allah.”
Bagaimana Ali RA ketika ia hendak menebas leher musuhnya di medan perang
lalu musuhnya meludahi. Ketika itu pula Ali RA meninggalkan musuhnya
yang akan ditebas. Melihat hal itu sang musuh mengejarnya dan bertanya
kenapa Ali RA tidak jadi menebasnya. Lalu Ali RA menjawab, “Aku tidak
jadi menebasmu karena aku takut ketika kamu meludahiku timbul rasa marah
sehingga aku takut niatku membunuh karena Allah ternodai oleh nafsu
amarahku.” Yang namanya kemenangan bukannya menebas leher musuh dengan
ujung pedang, tetapi yang namanya kemenangan dalam Islam yaitu ketika
melihat manusia masuk Islam berbondong-bondong. Inilah yang namanya
kemenangan dalam islam, bukannya membunuh manusia, tetapi melihat
manusia masuk kedalam islam.
Dengan Dakwah ini nanti Allah hancurkan musuh Islam dengan caranya sendiri seperti :
1. Nyamuk kecil Allah kirim untuk memnghancurkan Raja Namrud yang besar
2. Air yang menyelamatkan Musa AS tetapi menenggelamkan Firaun
3. burung ababil yang mengalahkan pasukan Abrahah
4. Kaum Luth dengan sekali teriakan malaikat, dll
Allah punya banyak cara untuk menghancurkan musuh-musuh islam. Ketika
Futuh Mekah, orang Quraish khawatir mereka akan ditebas oleh Nabi SAW
dan sahabat-sahabatnya. Tetapi apa yang dicontohkan oleh Rasullullah
SAW. Saat semua pedang siap bicara untuk membalas keluarga yang dibunuh,
kenangan ketika dihina, diusir, dikucilkan dari mekah. Tetapi apa kata
Nabi, “Aku membebaskan kalian sebagaimana Yusuf AS membebaskan
saudara-saudaranya.” Siapa yang mampu melakukan demikian ? Hanya Dai
yang mempunya rasa sayang kepada umat. Inilah yang seharusnya menjadi
fikir kita saat ini yaitu bagaimana menghadirkan rasaa sayang terhadap
ummat dalam diri kita.
Walaupun begitu pandangan resmi dari
ulama atau masyaikh dalam kerja dakwah ini tidak ada. Kecenderungan
gerakan ini adalah tidak melibatkan diri dalam perbedaan pendapat atau
pandangan, dan hanya memfokuskan diri dalam kerja dakwah saja. Namun
inti dari kerja ini dapat memberikan gambaran tentang terrorisme.
Seperti yang sudah di jelaskan bahwa kita ini adalah Ummat yang Da’i,
yaitu ummat yang memikirkan bagaimana ummat manusia ini dapat selamat
dari adzab Allah dunia dan akherat. Inilah fikir yang harus dimiliki
oleh seorang da’i, yaitu bagaimana ummat ini bisa selamat di dunia dan
di akherat. Namun untuk bisa mempunyai fikir ini kita harus bisa
mempunyai rasa sayang kepada ummat, bukan membenci ummat. Di dalam
perjalanan hidup Nabi SAW tidak pernah Nabi SAW ini membenci seseorang
kecuali daripada kekafirannya atau keyakinannya atau cara hidupnya,
inilah yang Nabi SAW benci bukan individunya.
Kisah Kasih Sayang Nabi SAW :
1. Pernah suatu ketika Nabi SAW sering dikerjai oleh seorang pemuda
quraish, namun ketika pemuda itu sakit Nabi SAW mengunjunginya. Asbab
melihat akhlaq dan kasih sayang Nabi SAW ini akhirnya pemuda ini masuk
islam.
1. Pernah Nabi SAW menangisi seorang pemuda yahudi
yang mati belum mengucapkan kalimat syahadat. Lalu sahabat bertanya,
“Mengapa engkau menangisi seorang anak yahudi yang tidak beriman ?” lalu
Nabi SAW jawab, “Aku menangis karena satu lagi manusia bertambah, masuk
ke dalam neraka Allah.”
1. Ada seorang tua yahudi buta yang
selalu menghina Nabi SAW, tetapi dia tidak tahu bahwa orang yang selalu
memberinya makan dan menyuapinya makan adalah Nabi SAW itu sendiri.
Hingga akhirnya ketika dia mengetahui bahwa orang yang memberinya makan
daan menyaupinya makan adalah orang yang selama ini dia hina dan caci
maki, akhirnya si yahudi buta ini masuk islam.
Inilah kasih
sayang Nabi SAW kepada orang lain dan risaunya Nabi terhadap keadaan
akherat mereka. Jadi inilah yang perlu kita tiru dari fikir, risau, dan
kasih sayang Nabi SAW kepada ummatnya. Jadi yang perlu kita fikirkan
bagaimana menyelamatkan ummat bukan menghancurkan ummat dan membiarkan
mereka terjerumus kedalam nerakanya Allah. Hari ini kita fikirnya adalah
menghadapi ummat yang tidak beriman ini sebagai musuh Allah. Sehingga
timbul dalam diri kita keinginan untuk memerangi atau membunuh mereka
semua. Padahal untuk menjadikan seseorang itu sebagai musuh agama, kita
berkewajiban untuk mendakwahi mereka dulu, itupun kalau dia mau. Kalau
mereka yang didakwahi tidak mau turut dengan perintah Allah, itupun
boleh kita perangi setelah mereka menghalangi agama Allah dan membuat
makar atas ummat islam. Dan kalaupun berperang, itupun harus dengan
adab-adab perang yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Inilah yang dilakukan
Nabi SAW semasa hidupnya sebelum menyerang kesuatu daerah :
1. Apakah Dakwah sudah disampaikan ?
2. Apakah Agama terhalang di daerah itu ?
3. Apakah orang islam di dzalimi di daerah itu ?
4. Apakah Ummat sedang diserang oleh musuh-musuhnya ?
Jika kondisi-kondisi ini harus ditemukan terlebih dahulu, barulah
perang dapat dilaksanakan. Dan itupun perang harus dilakukan dengan
adab-adab perang yang telah diajarkan oleh Nabi SAW.
Dijaman Nabi SAW ketika berperang :
1. Tidak boleh merusak keadaan kampung bahkan tempat-tempat peribadatan ummat lain sekalipun.
2. Tidak boleh menyakiti wanita, anak-anak, dan orang tua yang sudah udzur.
3. Niat perang karena Allah bukan karena harta, dendam, dan lain-lain.
4. Tidak boleh bunuh diri dalam perang walaupun dalam keadaan kesakitan.
Pernah setelah menang dalam suatu pertempuran pasukan islam masuk
kedalam suatu kampung, Nabi SAW berpesan agar jangan sampai telapak kaki
kuda prajurit islam ini membangunkan orang kampung yang tertidur. Hari
ini orang islam berperang berapa banyak adab perang Nabi SAW yang telah
kita pakai. Hari ini kita dicap sebagai teroris karena fikirnya adalah
membunuh manusia. Sehingga kita ini jauh dari predikat Rahmatan Lil
Alamin. Padahal dahulu ketika Nabi SAW berperang ada suatu kisah Nabi
SAW menangkap tawanan perang. Lalu Nabi SAW berpesan kepada sahabat
untuk memberi dakwah selama 3 hari kepada tahanan perang agar mereka mau
masuk islam, kalau tidak mau tawanan perang itu agar dibebaskan. Lalu
sahabat bertanya kenapa dibebaskan ? kenapa tidak dibunuh saja ? lalu
Nabi SAW menjawab, “Allah tidak butuh manusia ini masuk ke dalam
Neraka.” Ini karena apa ? walaupun manusia ini durhaka
sedurhaka-durhakanya mahluk itupun tidak akan mengurangi kekuasaan dan
kekayaan daripada Allah Ta’ala. Allah juga tidak untung melihat manusia
ini masuk kedalam neraka. Tetapi Allah akan senang melihat manusia ini
masuk kedalam surganya Allah ta’ala. Kita ini sebagai orang islam tidak
seharusnya dicap sebagai bangsa atau agama yang terroris padahal :
1. Nabi kita ini adalah Rahmatan Lil Alamin dan Kaffatan lin Naas
à Rahmat seluruh alam dan untuk seluruh manusia
2. Al Qur’annya adalah Huddallin Naas
à Petunjuk bagi seluruh manusia
3. Ummatnya adalah Choiru Ummat dan Ukhrijat lin Naas
à Ummat yang terbaik dan dilahirkan ditengah manusia
Seharusnya ini sudah bisa dijadikan tolak ukur tanggung jawab kita
terhadap ummat manusia saat ini. Inilah beban yang kita pikul atas
seluruh manusia yaitu sebagai contoh suri tauladan untuk seluruh
manusia, bukannya sebagai contoh gagal atau contoh yang rusak.
* § Kenapa harus ke India, Pakistan, Bangladesh ? kenapa tidak ke Mekkah atau Madinah saja ?
Pusat kegiatan Dakwah ini semenjak jaman Nabi SAW pun juga sudah
berpindah-pindah, tergantung situasi dan kondisi. Pusat Dakwah pertama
kali adalah di Mekkah, lalu pindah ke Madinah dengan hijrahnya Nabi SAW
ke Madinah. Namun setelah jaman Nabi SAW dan Sahabat RA, pusat kegiatan
Dakwahpun sempat berpindah-pindah seperti :
1. Di Kordova, Spanyol, ketika islam membangun universitas islam dunia saat itu.
2. Di Bukhara, Rusia, tempat pusat dakwahnya Imam Bukhari saat itu.
3. Di Baghdad, Irak, tempatnya para ulama dan tersebarnya ilmu pengetahuan
4. Di Turkey sebagai pusat kekhalifahan islam yang terakhir
5. Di Mesir tempat kebangkitan ilmu-ilmu agama dan gerakan islam
6. Dan sekarang di India, Pakistan, Bangladesh, sebagai perintis kembali kerja dakwah
Namun asbab ada fikir dan risaunya seorang ulama di India yaitu Syekh
Maulana Ilyas Rah.A, beliau terilhami untuk membuat usaha dakwah Nabi
SAW lagi. Selama 10 tahun beliau Rah.A buat kerja dakwah sehingga
terbentuk rombongan pertama Khuruj Fissabillillah dari orang-orang mewat
yang sangat terkenal Jahilliyahnya dan Kebodohannya ketika itu. Lalu
dilanjutkan oleh anaknya seorang ulama yang mustahak dikalangan para
ulama di India yaitu Syekh Maulana Muhammad Yusuf Al Khandalawi sebagai
pemimpin gerakan Tabligh. Setelah Syekh Maulana Yusuf Rah. A wafat maka
kepemimpinan dilanjutkan atas dasar keputusan musyawarah para ulama.
Musayawarah para ulama inilah yang memutuskan bahwa tampuk kepemimpinan
berikutnya dipegang oleh Hadratji Syekh Maulana Innamul Hasan Rah.A.
Kerja dakwah ini menyebar keseluruh dunia asbab fikir mereka para orang
tua dari India, Pakistan, dan Bangladesh. Setelah hadratji wafat maka
kepemimpinan kali ini dilanjutkan oleh syuro dunia yang terdiri dari
Maulana Muhammad Saad, Maulana Zubair, Syekh Abdul Wahab, dan Mufti
Zainal Abidin.
Jadi karena para Masyeik dan para orang tua kita
yang telah merintis kerja ini berasal dari ke tiga negara tersebut,
sehingga dijadikanlah berdasarkan keputusan musyawarah para ulama dari
gerakan ini untuk menjadikan ke tiga negara tersebut sebagai tempat
untuk belajar dan pemantapan pemahaman kerja dakwah. Inilah yang
dirintis saat ini bagaimana ummat diseluruh dunia mau kembali dalam
kerja dakwah. Bukannya untuk memonopoli kerja ini dari ke 3 negara
tersebut, karena suatu saat kerja dakwah inipun akan pulang kampung
yaitu ke Mekkah Al Mukkarromah dan Madinah Al Munawaroh. Hanya saja
sebelum kembali kesana. Namun untuk saat ini 3 negara tersebut merupakan
tempat mengkoordinir kerja dakwah di seluruh pelosok dunia saat ini.
* § Sampai kapan kita harus membuat amalan ini ?
Usaha ini adalah usaha atas napak tilas pergerakan dan pengorbanan para
sahabat. Seseorang pernah bertanya kepada seorang Masyaikh dari
pakistan, “Apa batasan akhir dari perjalanan seseorang ini dalam membuat
Amal Maqomi dan Amal Intiqoli ini ?” jadi maksudnya apa batasan akhir
dari amalan dakwah ini sehingga orang tersebut sudah dapat dikatakan
sampai pada maksud dan tujuannya. Masyeikh katakan “Yaitu ketika
pengorbanan ummat ini sudah sampai pada level seperti pengorbanan para
sahabat.” Sangking tingginya pengorbanan para sahabat ini sehingga
mereka bisa menarik langsung apa saja yang ada dari khazanah Allah
kapanpun mereka perlukan. Iman mereka ini, para sahabat RA, sudah sampai
pada taraf walaupun diperlihatkan pada mereka surga dan neraka, maka
Iman mereka sudah tidak dapat naik lagi ataupun berkurang. Namun selama
kita ketika ditaskil masih ada rasa berat, masih merasa memerlukan ini
dan itu, dan masih terkesan hati kita pada selain Allah, berarti kerja
atas nishab waktu 40 hari, 4 bulan, ini adalah yang terbaik bagi kita
untuk dilakukan dalam rangka islah dan dalam rangka perjalanan mendekati
kepada kehidupan sahabat RA. Jika dia sudah bisa ditaskil kapan saja
diperlukan untuk agama, sehingga dalam hidupnya tidak ada lagi yang
lebih penting dari perintah Allah dan rasulnya, maka ketika itu nishab
waktu sudah tidak berlaku lagi buat dia, yang ada hanya pengambilan
takaza kapanpun dia diperlukan dia siap. Sahabat ini kapan saja ada
takaza atau permintaan untuk fissabillillah mereka selalu siap sehingga
tidak ada nishab waktu diantara sahabat, yang ada kapan dibutuhkan
mereka selalu siap dan tidak ada keraguan sedikitpun untuk meninggalkan
yang mereka punya. Sahabat sudah meletakkan hidupnya untuk mencapai
maksud, sehingga siap mengorbankan segala-galanya kapan saja diminta
untuk fissabillillah. Inilah sahabat, sedangkan kita belum bisa seperti
itu. Mereka, para sahabat RA, sudah tidak terkesan lagi pada apa yang
mereka miliki, tetapi hanya pada apa yang Allah janjikan.
Seseorang ulama bertanya kepada Masyeik Pakistan, “Mengapa anda mau ikut
dalam usaha ini yang tidak ada haditsnya mengenai tentang nishab 40
hari, 4 bulan, di jalan Allah tersebut ?” Lalu Masyeikh katakan,
“Andaikata ada suatu usaha lain yang lebih baik daripada usaha ini dalam
memperbaiki kehidupan ummat maka saya akan bantu dan ikut dalam
perjuangan usaha tersebut !” Tetapi masalahnya saat ini yang ada dan
banyak membawa ummat kepada perbaikan hanyalah usaha ini dan telah
nampak hasilnya. Dan usaha atas amar ma’ruf atau kerja dakwah ini adalah
usaha yang paling diperlukan ummat saat ini.
Nabi SAW
ditarbiyah oleh Allah agar gantungannya benar dengan cara memisahkan
beliau dengan orang-orang yang disekitarnya dan yang dicintainya. Beliau
SAW sebelum berdakwah diberi gelar oleh orang-orang “Al Amin”, “Yang
Terpercaya”. Dan dicintai oleh banyak orang. Namun setelah datang
perintah untuk berdakwah, orang yang sama yang memberi beliau gelar Al
Amin memberi gelar yang baru menjadi “Al Majnun”, “Orang Gila”. Dan
orang-orang yang mencintainya menjadi orang-orang yang paling benci
dengannya bahkan dari kalangan keluarganya sendiri. Dari kecil Beliau
SAW di tarbiyah agar selalu mempunyai gantungan yang benar agar tidak
tawajjuh kepada selain Allah. Belum lahir, ayahnya tempat seorang anak
bergantung sudah wafat. Lalu baru sesaat bertemu ibunya ditengah
perjalanan pulang ibunya wafat. Pamannya yang selalu melindunginya
ketika saat-saat dibutuhkan dalam dakwah beliau juga Allah wafatkan.
Istri beliau, Khadijah R.ha, yang selalu mendukungnya dalam kerja dakwah
dan yang selalu menghiburnya dikala susah juga Allah wafatkan pada
kurun masa awal kenabian. Beliau telah kehilangan segalanya dan
kehilangan tempat bergantung selain kepada Allah. Bagaimana Allah
mentarbiyah sahabat agar mempunyai tarbiyah yang sama seperti Nabi SAW
sehingga gantungannya hanya kepada Allah, Sahabat RA diperintahkan untuk
hijrah bersama Nabi SAW meninggalkan segalanya dari anak, istri, harta,
jabatan, kampung halaman, dan lain-lain.
Lalu bagaimana
teguhnya Nabi SAW mempertahankan kerja dakwah ini yaitu ketika beliau
ditawarkan harta, jabatan, dan wanita oleh para petinggi quraish, apa
jawab Nabi SAW, “Walaupun engkau mampu meletakkan bulan ditangan kananku
dan matahari ditangan kiriku, Aku tidak akan tinggalkan kerja dakwah
ini walaupun hanya sekejap saja. Pilihannya hanya dua yaitu mati dalam
mendakwahkan agama Allah, atau hidup melihat agama tersebar.” Inilah
keteguhan Nabi SAW memegang usaha dakwah. Inilah maksud dari usaha ini
bagaimana fikir nabi menjadi fikir kita, risau nabi menjadi risau kita,
kesedihan nabi menjadi kesedihan kita, kecintaan nabi menjadi kecintaan
kita, mijaz nabi menjadi mijaz kita. Ini diperlukan pengorbanan dan
training khusus yang dilakukan secara terus menerus sampai pada akhirnya
wujud dalam diri kita. Inilah mengapa kita penting keluar di jalan
Allah dan membuat amal maqomi di mesjid kita.
Dengan Usaha
Nubuwah ( Kerja Dakwah ) ini bagaimana kita dapat mewujudkan kehidupan
Nabi SAW didalam kehidupan kita. Bagaimana caranya ? yaitu dengan
menjadikan maksud hidup nabi menjadi Maksud hidup kita, Kerja Nabi
menjadi kerja kita, Fikir Nabi menjadi Fikir kita, Amal Nabi menjadi
Amal kita, Perasaan Nabi menjadi Perasaan kita, Pola hidup nabi menjadi
Pola hidup kita dan Do’a Nabi menjadi Do’a kita. Dengan cara inilah baru
kehidupan Nubuwah akan wujud dalam kehidupan kita sebagaimana hidup di
dalam kehidupan sahabat RA. Inilah targetnya yaitu menghidupkan kembali
kehidupan nubuwah yang diamalkan oleh para sahabat RA kedalam kehidupan
kita sehari-hari. Apa itu kehidupan Nubuwah yaitu kehidupan Nabi SAW
selama 24 jam.
▪ Mengapa sering dikatakan dalam pergerakan ini bahwa Kebaikan Dakwah itu untuk diri sendiri bukan untuk orang lain ?
Allah berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar ( qoulan sadida ), niscaya Allah akan
memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu…”( 33 :
70-71 ).
Apa itu perkataan yang benar atau Qoulan Sadida yang
bisa memperbaiki amal-amal ibadah kita dan menjadi asbab ampunan
terhadap dosa kita ?
Allah berfirman : “Waman Ahsanu Qoulan mimman da’a Illallah”
Artinya :
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang mengajak untuk taat kepada Allah” ( 41 : 33).
Jadi dalam berdakwah itu yang perlu kita ingat adalah demi kebaikan
diri sendiri dan bukan untuk memperbaiki orang lain. Mudah-mudahan
dengan mengajak manusia kepada Allah ini maka pertama yang Allah akan
perbaiki adalah amal-amal kita. Target dari dakwah ini adalah
terperbaikinya diri kita bukan orang lain. Seperti melempar bola ke
dinding, walaupun bola dilempar ke arah dinding tapi akan memantul ke
arah kita juga. Jadi target dari dakwah ini seperti pantulan bola ke
dinding tersebut.
Nabi Daud AS pernah bertanya kepada Allah : “
Ya Allah bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan cintamu ?” Lalu
Allah SWT menjawab : “Ajaklah orang-orang untuk mencintaiku, maka aku
akan cinta kepadamu.” Kalau Allah sudah mencintai hambanya maka
pertama-tama yang Allah akan perbaiki dan tingkatkan adalah
amal-amalnya.
Syekh Ibnu Atha’illah Rah.A berkata :
“Jika Allah cinta dengan seorang hamba maka Allah akan sibukkan dia
setiap waktu dalam amal-amal Agama. Seluruh waktunya sibuk dengan
perkara yang Allah cintai yaitu amal-amal Agama.”
Kisah – kisah :
Di akherat ada suatu kejadian tentang orang sholeh yang sudah akan
masuk surga tetapi batal karena anak, istri tetangga, kerabat, dan
teman-temannya tidak ridho orang sholeh tersebut masuk surga. Kenapa
mereka tidak ridho ? ternyata ketika di dunia si orang sholeh ini
beribadah suka sendirian dan tidak pernah mengajak yang lain (berdakwah)
untuk ikut taat kepada Allah.
Namun ada kejadian lagi bahwa
ada seseorang yang catatan amal buruknya sejauh mata memandang dan sudah
hampir di vonis oleh Allah untuk masuk neraka. Namun Allah juga
memperlihat kepada suatu catatan buku amal kebaikan yang banyaknya
sejauh mata memandang. Maka orang ini kebingungan karena dia mendapat
amal-amal seperti haji yang banyak, bacaan qur’an, sholat tahajud, dan
sedekah yang banyak sekali, padahal dia merasa tidak pernah melakukan
amal-amal tersebut. Namun Allah menjelaskan bahwa amal-amal tersebut
datang dari orang yang pernah dia dakwahkan atau yang pernah dia ajak
untuk taat kepada Allah. Lalu orang-orang tersebut mengajak yang lainnya
untuk malakukan amal-amal yang disukai Allah. Maka seluruh amal
tersebut Allah berikan kepada orang yang mengajaknya pertama kali tanpa
mengurangi pahala atau amal orang yang mengerjakannya.
Jadi
inti daripada dakwah tersebut adalah demi kebaikan diri kita sendiri.
Atas perkara ini kita harus niatkan diri kita untuk dapat berpartisipasi
dalam gerakan yang mulia ini sampai nafas yang terakhir.
Ulama sampaikan bahwa modal bekal Akherat ini cukup 2 saja :
1. Cinta pada Allah
2. Menyayangi Mahluk Allah
Dalam suatu riwayat dikatakan :
“Barangsiapa yang menyayangi yang ada di bumi maka yang di langit akan sayang kepadanya”
Allah berfirman dalam Hadits Qudsi :
“Haqqat Mahabatti ( Wajib Aku mencintai ) “ :
1. Lil Mutahabbina Fiya : “Orang yang saling mencintai karena Aku”
Hadits Nabi SAW Mahfum :
“Barangsiapa yang mencintai seseorang karena Allah Ta’ala, menghormati
RabbNya, maka dia akan mampu memperoleh keagungan dan RahmatNya.” ( HR.
Ahmad )
2. Lil Mutawassilina Fiya : “yang menyambung sillaturahmi karena Aku”
Hadits Nabi SAW Mahfum :
“Ya Uqbah, maukah kamu aku beritahukan tentang akhlaq penghuni dunia
dan akherat yang paling utama ?” Yaitu : “Menghubungi orang yang
memutuskan hubungan denganmu…” ( HR Al Hakim )
3. Lil Muttanashihiina Fiya : “yang saling menasehati pada jalanKu”
Hadits Nabi SAW Mahfum :
“Sesungguhnya agama itu adalah nasehat.” Sahabat bertanya,”Bagi siapa
ya Rasullullah SAW ?” Nabi SAW menjawab, “Bagi Allah, bagi kitabNya,
bagi RasulNya dan bagi ummat muslim.” ( HR Nasai )
4. Lil Mutazawirina Fiya : “yang saling menziarahi karena Aku”
Hadits Nabi SAW Mahfum :
“Mereka akan duduk dalam mimbar-mimbar bercahaya disaat orang-orang
ketika itu sedang mengalami kesusahan yang hebat padahal mereka bukan
dari golongan para Nabi ataupun syuhada.” Para sahabat bertanya,
“Siapakah mereka itu ya Rasullullah SAW ?” Nabi SAW menjawab, “Mereka
yang bertemu dan berpisah semata-mata karena Allah Ta’ala.” ( HR Ahmad )
5. Lil Mutabaazilina Fiya : “yang saling memberi pada jalanKu”
Hadits Nabi SAW :
“Adakah kamu mencintai Surga ?” sahabat menjawab,”Ya Rasullullah SAW.”
Nabi SAW bersabda, “Senangkanlah saudaramu dengan apa yang engkau sukai
bagi dirimu.” ( HR Ahmad )
6. Al Mutahabuna Fiyya : “yang saling berkasih sayang pada JalanKu”
Hadits Nabi SAW :
“Orang-orang yang saling berkasih-sayang karena Ku, akan berada di
dalam naungan bayangan ArasyKu pada hari dimana tidak ada naungan
kecuali naunganKu.” ( HR. Ahmad & Thabrani )
* · Note :
Semua perkara-perkara ini yang menyebabkan Allah cinta pada
hambanya terdapat dalam amalan Dakwah. Apa itu Dakwah ? yaitu mengajak
manusia cinta pada Allah dan Allah cinta pada manusia.
Nabi bersabda mahfum :
“Tidak akan masuk surga diantara kalian sebelum kalian beriman. Tidak
akan sempurna iman kalian sebelum kalian mencintai saudaramu
sebagaiamana kamu mencintai dirimu sendiri.”
Rumus Agama : Dakwah = Kasih Sayang = Kesempurnaan Iman = Surga
Kasih Sayang pada Ummat yang paling utama :
Memikirkan bagaimana Nasib mereka di akherat nanti bukan memikirkan
keselamatan yang sekejap saja yaitu di dunia ini. Tidak mau masuk neraka
maka ajak orang untuk menjauhi Neraka, dan kalau mau masuk surga maka
ajak orang untuk masuk surga.
Menurut Ulama Amalan yang paling Allah cintai dari para Nabi hanya 2 saja :
1. Mengajak seluruh manusia cinta pada Allah
2. Memikirkan cara bagaimana Allah bisa cinta pada manusia
yaitu : Amalan Dakwah Illallah
Contoh Kasih Sayang Nabi dalam Dakwah :
1. Sayangnya Nabi pada Abu Jahal pamannya yang sering
menyakitinya tetapi Nabi SAW tetap mengunjunginya untuk mengajaknya
kepada islam sebanyak 72 kali. Hingga turun perintah untuk menghentikan
kunjungannya kepada Abu Jahal dari Allah ta’ala.
2.
Iqromnya Musa AS kepada Firaun sampai dia mendo’akan Firaun setiap
mendapatkan musibah hingga 9 kali kejadian agar selamat dari musibah.
Walaupun Firaun berulang-ulang menipunya dengan janji mau masuk islam.
Hingga Allah membuat keputusan untuk menghancurkan Firaun.
Allah berfirman dalam surat Al Ashr :
Demi Masa, Sesungguhnya seluruh manusia ini dalam kerugian Kecuali :
1. Orang beriman
2. Orang beramal sholeh ( bukan hanya dimulut saja )
3. Orang yang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
Tanda-tanda Allah cinta pada hambanya :
1. Diberikan kefahaman Agama
2. Disibukkan dalam amal-amal agama
3. Dilindungi dari Maksiat
4. Diberi kekuatan untuk lolos dari ujian dan cobaan-cobaan yang banyak
3 Amal yang Allah paling sukai :
1. Sholat berjamaah pada waktunya : Ibadah
2. Berbakti pada orang tua : Akhlaq
3. Berjihad di jalan Allah : Pengorbanan
Sebaik-baiknya cinta pada Allah itu adalah :
1. Mencintai yang Allah cintai, membenci yang Allah benci
2. Mencintai orang yang Allah cintai dan membenci orang yang Allah benci
3. Cinta karena Allah dan Benci karena Allah.
4. Beramal dan tidak beramal karena Allah.
▪ Mengapa Jemaah ini terkesan sangat kaku dalam penampilan sehingga seperti tidak membaur dengan masyarakat ?
Pada umumnya kebanyakan orang-orang yang pulang dari keluar di jalan
Allah selama 3 hari atau 40 hari atau 4 bulan, maka kecenderungan mereka
adalah akan timbul semangat yang sangat tinggi dalam mengamalkan
sunnah-sunnah Nabi SAW. Sehingga sangat sulit bagi mereka meninggalkan
sunnah Nabi SAW demi perkara-perkara yang tidak ada panduannya dalam
agama. Contoh seperti pola makan sunnah, mengundurkan waktu sholat
ketika meeting, berpakaian ke kantor dengan cara sunnah. Ini semua hanya
dibutuhkan kebijakan dan pengalaman dalam bertindak. Maksud dari pada
dakwah ini adalah mengambil hati orang agar terkesan pada agama Allah.
Sedangkan sunnah-sunnah Nabi SAW ini adalah keperluan untuk mencapai
maksud. Jadi kita harus bisa meninggalkan keperluan untuk mencapai
maksud. Namun dengan catatan selama itu bukan perkara yang diharamkan
atau meninggalkan perintah yang wajib di amalkan. Selain dari itu kita
harus bijak melihat keadaan dan menempatkan posisi kita sesuai dengan
keadaan agar objek dakwah atau orang tersebut tidak lari dari kita
karena ketakutan yang tidak perlu. Namun memang dalam strategi dakwah ke
daerah-daerah yang tidak menerima penampilan jemaah, maka dianjurkan
agar jemaah bisa mensiasati keadaan tersebut dengan merubah penampilan
agar lebih membaur kedalam masyarakat. Para orang tua kita dalam kerja
dakwah ini tidak pernah menganjurkan penampilan tertentu dalam menjalani
dakwah, semuanya dipulangkan kepada kebutuhan masing-masing.
Kehadiran jemaah ini dalam lingkungan masing-masing adalah untuk
mensuasanai lingkungan mesjid. Jika suasana agama hidup di lingkungan
mesjid itu maka akan mengundang ketertarikan orang-orang untuk
mengikutinya. Bagaimana cara mensuasanainya yaitu dengan menghidupkan
amalan mesjid nabawi. Jadi kepentingan daripada jemaah ini adalah hanya
untuk mensuasanai suatu lingkungan. Jika lingkungan itu daerah maksiat,
mudah-mudahan lingkungan tersebut akan tersuasanai dengan kedatangan
jemaah. Dengan menghidupkan suasana amal mudah-mudah suasana maksiat
dapat terhenti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar