Ujian Tiga Peristiwa
Proses mendapatkan iman dan amal shaleh tidak semudah membalik telapak
tangan. Bukan dengan kesenangan dan kemewahan. Dari dulu, sekarang dan
esok, iman hanya dapat diperoleh lewat “Mujahadah”.
Apa itu Mujahadah ? Kaji berdalil kata bermisal, mengambil contoh
kepada yang sudah baik, mengambil tuah kepada yang menang, “Alam
takambang menjadi guru”, kata pepatah Minang.
Isi jasmani kita tidak lain rohani yang semata datang dari Allah Swt.
Rohani baru bisa diisi yang betul jika dihubungkan dengan al Quran dan
Hadits. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al
Quran dan sesungguhnya Kami memeliharanya” (QS. Al Hijr:9)
Sayang, kebanyakan manusia hari ini, lebih mementingkan membaca koran
dari pada al Quran. Mereka terpukau dengan ucapan-ucapan makhluk dan
tidak terkesan kepada firman Allah Swt dan sabda Rasulullah saw. Salah
satu penyebab rusaknya iman dan amal shaleh karena kita telah
menjadikan perkara-perkara yang tidak penting menjadi penting.
Jika kita mau memilih benda, tentu kita akan pilih produk mutakhir atau
modern. Tapi, jika kita hendak mendapat cara hidup yang benar, harus
merujuk kepada cara awal yang dicontohkan Rasulullah saw dan sahabat
r.anhum. Insya Allah kita akan berhasil mendapatkan sesuatu yang sangat
penting, yaitu iman dan amal shaleh. Ketika terjadi peristiwa
menyedihkan yaitu wafatnya Khadijah ra juga paman beliau yang membela
kerja dakwah, Abu Thalib, berpulang menghadap Allah Swt. Kepergian
kedua sosok ini benar-benar membuat luluh hati kekasih kita Muhammad
saw. Tapi kerja dakwah sebagai perintah Allah tetap dilanjutkan.
Walau Baginda Rasulullah saw keturunan Quraisy Makkah, tapi dakwah yang
diembannya tidak begitu disambut baik oleh orang-orang Makkah, bahkan
ada yang memboikot dan ingin membunuh beliau. Baginda Nabi saw berpikir
dan membuat rencana hendak pergi ke kampung halaman almarhum ayahnya,
Abdullah, di kota Tha’if. Merupakan kota kedua terbesar di Hijaz.
Karena Tha’if merupakan kampung halaman tumpah darah neneknya dari
nasab bapak. Rupanya, rencana Nabi saw tersebut tercium Abu Jahal,
musuh bebuyutan Baginda Nabi. Abu Jahal cepat-cepat berangkat ke Tha’if
dan menemui tokoh negeri itu serta membuat propaganda, “Akan datang ke
negeri ini seseorang bernama Muhammad yang akan membawa agama baru dan
akan menukar agama nenek moyang kita.” Abu Jahal tokoh kafir Quraisy
itu menambahkan, “Jangan disambut kedatangannya dan usir mereka dari
kampung ini.”
Setelah mendapat provokasi buruk dari Abu Jahal, maka orang Tha’if yang
dikenal lemah lembut berubah menjadi beringas. Tahun ke-9 kenabianlah
beliau di kota Tha’if mencoba menemui kaum Bani Tsaqif, agar menerima
Islam yang beliau bawa.
Namun apa yang terjadi ? Mereka bukan saja menolak ajaran Islam, bahkan
mendengar pembicaraan Nabi saw saja mereka tidak mau. Rasulullah saw
diperlakukan kasar dan biadab, diusir, dilempari batu sehingga gigi
beliau patah dan berlumuran darah. Dalam perjalanan pulang penuh
penderitaan, beliau menjumpai suatu tempat berteduh yang agak aman dari
kejaran Bani Tsaqif, lalu berdoa.
“Wahai Tuhanku, kepada Engkaulah aku adukan kelemahan tenagaku dan
kekurangan daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai Tuhanku Yang Maha
Rahim, Engkaulah Tuhannya orang-orang lemah dan Engkaulah Tuhanku.
Kepada siapa Engkau menyerahkan diriku ? Kepada musuh yang akan
menerkam aku atau kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusan
aku. Tidak ada keberatan bagiku asal Engkau tidak marah kepadaku.
Sedangkan afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya
wajah-Mu yang mulia, menyinari langit dan segala yang gelap. Di
atas-Nyalah teratur segala urusan dunia dan akhirat dari tertimpanya
atas diriku kemarahan-Mu atau turunnya azab-Mu atas diriku. Kepada
Engkaulah aku adukan keadaan sehingga Engkau ridha kepadaku, tidak ada
daya upaya melainkan dengan Engkau.”
Tiga macam penderitaan yang sangat menyedihkan Baginda Rasul ini
merupakan perjalanan hidup untuk mendapat kemuliaan tertinggi, yaitu
Baginda Nabi dipanggil Allah Swt menghadap ke Sidratul Munthaha, di
Arasy Allah, yang dikenal dengan ‘Isra’ dan Mi’raj’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar